Kamis, 5 September 2019, bertempat di Monumen Pers Nasional Surakarta, saya menghadiri Forum Diskusi Publik dengan tema "Membangun Masyarakat Sadar Hukum dan HAM". Acara ini dipersembahkan oleh Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informasi.
Ada 3 pembicara yang memberikan pemaparan, antara lain;
1. Bapak Heni Susila Wardoyo, S.H., M.H., Asisten Deputi Bidang Koordinasi Materi Hukum.
2. Bapak Widdi Srihanto, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat Solo.
3. Ibu Heni Prastiwi, Kasubdit Infomasi Hukum Direktorat Hukum dan Polkam Kominfo.
I. Pemberian Bantuan Hukum untuk Masyarakat yang Membutuhkan
Sesi pertama forum diskusi publik hari ini diisi oleh Bapak Heni Susila Wardoyo, S.H., M.H. Beliau memaparkan tentang pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang membutuhkan, yaitu masyarakat yang miskin, bagaimana agar mereka mendapatkan keadilan dalam menghadapi tuntutan hukum. Yang mendasari adanya bantuan hukum ini adalah;
1. Kepentingan keadilan
2. Persamaan kedudukan di mata hukum
Sehingga, meski masyarakat tersebut tidak mampu membayar advokat, mereka masih bisa mendapatkan haknya.
Pak Heni juga menyampaikan landasan hukum adanya bantuan hukum ini, yakni UU No 18 th 2003 tentang advokat dan UU no 16 th 211 tentang bantuan hukum.
Advokat adalah orang yang berprofesi memberikan jasa hukum bagi warga masyarakat, baik itu yang diberikan dalam Pengadilan, maupun yang diberikan di luar Pengadilan.
Advokat wajib memberikan bantuan secara cuma-cuma. Apabila menolak, maka advokat tersebut akan menerima sanksi. Sanksinya yaitu berupa peringatan lisan, peringatan tertulis, bahkan hingga penghentian sementara selama 3 bulan sampai 12 bulan secara berturut-turut. Jika masih juga menolak untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat yang membutuhkan, sanksi terberat adalah dicabutnya izin praktik sebagai seorang advokat.
Pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma tidak melihat suku, agama, ras, juga tingkat ekonomi.
Syarat seseorang mendapatkan bantuan hukum:
1. Mengajukan permohonan
2. Menyertakan persyaratan atau bukti dari RT, RW bahwa ia tidak mampu.
Meski advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma, namun ia tidak boleh mengurangi kualitas bantuan. Selain advokat, dosen, para legal, juga mahasiswa adalah pihak yang boleh memberikan bantuan hukum.
II. Kota Solo, Kota Layak Anak
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat Solo, Widdi Srihanto, mengatakan bahwa Solo adalah Kota Layak Anak. Ini sesuai dengan Visi dan Misi Kota Surakarta.
Visi Kota Surakarta, yaitu: Surakarta kota budaya, mandiri, maju dan sejahtera.
Misi Kota Surakarta: Waras, Wasis, Wareg, Mapan, Papan.
Sebagai Kota Layak Anak, kota ini senantiasa berupaya untuk memberikan hak anak. Hak-hak seorang anak, antara lain: untuk hidup, berkembang, dilindungi (dari kekerasan dan diskriminasi), dan hak untuk ikut berpartisipasi.
Bicara tentang Kota Layak Anak, Solo belum lepas dari permasalahan umum pada anak, yaitu: Narkoba, HIV Aids, TBC dan kekerasan. Permasalahan anak ini, pada akhirnya memberikan peluang terciptanya Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH).
Faktor Internal Penyebab ABH mencakup:
1. Keterbatasan kondisi ekonomi keluarga ABH
2. Keluarga tidak harmonis (broken home)
3. Tidak ada perhatian dari orang tua, baik karena orang tua sibuk bekerja ataupun bekerja di luar negeri sebagai TKI.
Faktor Eksternal Penyebab ABH, antara lain:
1. Pengaruh globalisasi dan kemajuan teknologi tanpa diimbangi kesiapan mental oleh anak
2. Lingkungan pergaulan anak dengan teman-temannya yang kurang baik
3. Tidak adanya lembaga atau forum curhat untuk konseling tempat anak menuangkan isi hatinya
4. Kurangnya fasilitas bermain anak mengakibatkan anak tidak bisa menyalurkan kreativitasnya dan kemudian mengarahkan kegiatannya untuk melanggar hukum.
Untuk menanggulangi pertumbuhan ABH di Kota Solo, Solo menciptakan Taman Cerdas, yang berhasil meraih juara 1 di Indonesia.
Pada ABH, pengalihan penyelesaian perkara anak dalam proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan, dilakukan melalui Diversi dalam UU SPPA. Diversi dilaksanakan pada tingkat penyidikan penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan melalui musyawarah dengan melibatkan seluruh kompenen yang terlibat dalam proses hukum tersebut.
Tujuan dari diversi tersebut antara lain;
1. Mencapai perdamaian anak di luar proses peradilan
2. Menyelesaikan perkaran anak di luar proses peradilan
3. Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan
4. Mendorong masyarakat untuk partisipasi
5. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak
6. Perlindungan anak berhadapan dengan hukum tercantum dalam UU.
III. Pengaruh Konten Negatif, Hoax dan Solusinya.
Bu Heni Prastiwi, Kasubdit Infomasi Hukum Direktorat Hukum dan Polkam Kominfo, memberikan pemaparan tentang konten negatif, hoax dan solusinya.
Di internet, pengguna pria lebih banyak. Dan sosial media yang paling banyak penggunanya adalah WA dan Twitter. Rata-rata masyarakat kita hanya bisa bertahan 7 menit tanpa smartphone, dan menghabiskan 8-11 jam terpapar internet.
Saat ini, semua bisa membuat berita. Semua bisa menjadi jurnalis. Jadi, kita harus bisa membedakan mana website yang memuat data dan fakta, mana website yang isinya berita bohong belaka.
Yang perlu kita ingat, ciri-ciri berita hoax, ada kata provokasi seperti; Sebarkan!
Bu Heni mengakhiri paparan dengan memberikan pesan, "Bijaklah dalam mengelola informasi."
Yuk, jadi masyarakat yang #CerdasHukumHAM