Tulisan ini bisa menyebabkan darah tinggi dan emosi yang tak terkendali. Ini murni pendapat saya pribadi. Silakan pergi sebelum kalian sakit hati. :D
Sengaja saya nulis tentang Rina Nose setelah berita tentangnya agak mereda. Karena kalau pas lagi panas-panasnya, takutnya dikira saya mendompleng ketenaran, atau sengaja nyari pageview aja. Haha.. Padahal alasan sebenarnya adalah karena saya baru sempat nulis aja. Harapan saya sih, kalau situasinya sudah agak kondusif, tulisan saya ini bisa diterima dan ditelaah dengan kepala dingin. Nggak pakai emosi lagi.
Emang mau nulis apa sih? Kayak penting aja..haha..
Bukannya mau ngaku-ngaku atau apa, tapi saya dan Rina Nose memiliki beberapa persamaan. Apa sajakah itu?
1. Hidung Pesek
Kata ibu, waktu kecil hidung saya pesek parah. Tapi terus tiap hari ditarik-tarik biar mancung, dan katanya sekarang agak mendingan. Padahal semendingan-mendingannya saya sekarang, ya tetep hidungnya tak bertulang. Dan itu nurun ke Amay.
Jadi, misalnya hidung saya atau Amay ditekan dengan tekanan tanpa energi berlebih pun, lubang hidung saya dan Amay bisa benar-benar ketutup. Luar biasa kan? :D
Jadi, misalnya hidung saya atau Amay ditekan dengan tekanan tanpa energi berlebih pun, lubang hidung saya dan Amay bisa benar-benar ketutup. Luar biasa kan? :D
Tapi alhamdulillah, saya mah bersyukur aja dengan bentuk hidung ini. Alhamdulillah masih bisa bernafas to? Malahan suami saya yang hidungnya mancung, beberapa kali mengalami kesialan karena hidungnya nabrak tembok. Haha... *sorry, Pa..
Jadi kalau ada yang menganggap hidung pesek adalah sebuah kekurangan, ia benar, karena pesek itu artinya kurang mancung. ☺☺
Kalau menganggap hidung ini buruk? Ya nggak apa-apa juga, orang perfect mah bebas. ✌✌
Udah ah.. lanjut ke persamaan nomer 2 yaa...
2. Punya Gingsul
Saya tau Rina Nose sejak dia berduet dengan Ki Daus di suatu acara. Dulu, giginya masih berantakan, seperti punya saya. Nggak tau deh, diantara empat bersaudara, cuma saya yang giginya gingsul ngga teratur. Mbak Ita, Mas Pepi, Opik, giginya rapi-rapi semua.
Tapi sekarang, Rina Nose udah merapikan giginya. Saya juga pengen sih sebenarnya, tapi belum tau kapan.
Rina Nose |
3. Suka Menyanyi
Rina Nose sering banget nyanyi di smule. Suaranya baguuuus.. Dia juga sering tuh, niruin suaranya Nike Ardilla sampai Siti Nurhaliza. Lihat video-videonya, kadang bikin ketawa. Lucu soalnya.
Kalau saya, jangan ditanya, wkwkwk.. Saya suka nyanyi juga, sama. Cumaaaa, Mas Yopi lebih sering nyuruh diem. Berisik katanya, noisy.
:: Naaah, ini yang terakhir. Pelan-pelan aja ya bacanya, karena ada hubungannya dengan hijab ::
4. Pernah Gamang dalam Berhijab
Saya bisa berjilbab seperti ini, memerlukan proses yang tak sebentar. Dulu pernah ingin sekali pakai jilbab saat Sulis dan Haddad Alwi sedang booming lewat sholawat "Yaa Thoyybah". Kenapa? Karena saya pengen seperti Sulis, nyanyi dan punya album, hahaha... Sempat pakai jilbab kalau di rumah, tapi ke sekolah engga. Itu jaman SMP, tahun 2000.
Kelas 2 SMP, saya sekelas dengan Siti Badriyah. Dia teman dekat saya saat itu. Orangnya cantik, santun, lembut sekali, dan dia pakai jilbab. Di kelas juga ada Nadia Nurani Isfarin yang tak kalah cantiknya. Berjilbab juga. Nah, saya pengen kayak mereka. Pengen pakai jilbab, tapi karena pengen ketularan cantik dan anggunnya. Haha..
Saat masuk SMA, sempat kaget karena dua sahabat saya yang lain tiba-tiba pakai jilbab juga. Azizah dan Isnaeni Rokhimah. Sempat kesel, "iiiih, koq nggak bilang-bilang sih? Aku kan pengen pakai jilbab juga." Tapi ya cuma sebatas itu saja, nggak benar-benar merealisasikan keinginan, karena kelas 1, seragam masih baru, dan udah terlanjur dijahit pendek kan...
Hari demi hari berlalu, saya nggak ingat lagi dengan keinginan untuk menutup aurat itu. Apalagi waktu itu saya pacaran, makin jauh deh pokoknya.
Dan saat itu ada teman laki-laki yang memang "lurus", tiba-tiba nanya, "Jarene arep nganggo jilbab, Rin? (katanya mau pakai jilbab, Rin?) Kapan? Bohong!" Saya tersinggung, dan langsung menjawab, "Ngatur amat sih!" (Semoga dia nggak baca yaa.. Orangnya sih udah nggak ada di friendlist saya. Nggak tau juga kenapa dia unfriend, mungkin dia males punya teman macam saya. 😅😅)
Nah, baru di tahun berikutnya, ketika saya kelas 3 SMA (Agustus 2004 tepatnya), hidayah itu kembali datang. Memang, ketika Allah sudah berkehendak, maka semuanya menjadi mudah. Padahal, waktu itu ibu saya bilang, "Tanggung, Nduk, wis arep lulus." Iya sih, sekolah tinggal setahun, masa mau ganti seragam? Apalagi keluarga saya memang bukan dari kalangan "the have" yang bisa ganti seragam tiap tahunnya yaa...
Tapi karena saya memang sudah mantap, akhirnya tercetuslah ide untuk menjual cincin dan anting. Ibu menyanggupi, dan esoknya langsung ke pasar untuk membeli bahan. Seragam OSIS beli jadi, sementara seragam identitas sekolah, mesti beli bahan dan menjahit di penjahit langganan. Untuk seragam Pramuka, atasannya beli, dan roknya pakai kain yang rencananya akan dipakai untuk membuat celananya bapak. Seragam olahraga, kebetulan saya dapat hibah celana training dari Bulik Ning. Dan untuk kaosnya, seorang teman memberi ide untuk diganti lengan ke penjahit. Jadi lengan pendeknya dipotong, diganti lengan panjang dengan bahan dan warna yang sama. Murah, cuma habis 15 ribu rupiah.
Ya, dan semua berjalan begitu saja dengan mudahnya. Padahal saat itu keadaan ekonomi kami sedang parah-parahnya.
Oya, saya harus ceritakan ini juga.
Karena mungkin melihat jilbab saya kurang layak (pendek dan agak tipis), seorang teman, Irvani Nuruziah namanya, menawarkan diri untuk mengambilkan jilbab dari Rohis Putri. Jadi, anak-anak Rohis yang sudah berjilbab lebar, biasanya menyumbangkan jilbab ukuran standar dari sekolah, karena sudah tidak dipakai lagi. Nah, saya dapat jilbab biru untuk dipasangkan dengan seragam identitas, dari Rohis itu. Alhamdulillah, untuk jilbab putih dan jilbab cokelat sudah ada. Karena saya memang butuh, tentu saya menerima dengan senang hati dan penuh kegembiraan. Alhamdulillah, Alhamdulillah, ada yang membantu saya berjilbab dengan lebih baik lagi.
Karena mungkin melihat jilbab saya kurang layak (pendek dan agak tipis), seorang teman, Irvani Nuruziah namanya, menawarkan diri untuk mengambilkan jilbab dari Rohis Putri. Jadi, anak-anak Rohis yang sudah berjilbab lebar, biasanya menyumbangkan jilbab ukuran standar dari sekolah, karena sudah tidak dipakai lagi. Nah, saya dapat jilbab biru untuk dipasangkan dengan seragam identitas, dari Rohis itu. Alhamdulillah, untuk jilbab putih dan jilbab cokelat sudah ada. Karena saya memang butuh, tentu saya menerima dengan senang hati dan penuh kegembiraan. Alhamdulillah, Alhamdulillah, ada yang membantu saya berjilbab dengan lebih baik lagi.
Lalu hubungannya apa dengan Rina Nose?
Intinya, saya mau bilang bahwa butuh ketetapan hati dan niat yang tulus dari dalam diri, untuk menjalankan perintah Illahi. Kalau sesuatu dilakukan karena tekanan atau karena ingin terlihat baik di mata orang, yakin deh, nggak akan bisa bertahan lama. Contohnya ya saya sendiri. Pengen pakai jilbab cuma karena ingin terlihat cantik dan anggun, ya nggak jadi-jadi. Tapi pada akhirnya, ketika hati sudah mantap, Allah memberi jalan.
Akan halnya dengan Rina Nose memutuskan untuk menanggalkan jilbabnya, mari kita doakan agar Allah merangkulnya kembali. Menghujatnya, apalagi menghina fisiknya, sungguh tak akan mengubah apapun darinya. Jika ada yang berubah pun, mungkin itu ada pada hatinya yang makin terluka oleh kata-kata kita. Malah jadi nambah dosa kan?
Saya jadi ingat teman saya yang laki-laki itu. Ia mengingatkan saya untuk menutup aurat. Itu baik, tapi caranya ngeselin. Kita memang diperintahkan untuk saling nasehat-menasehati dalam kebenaran, tapiiii, pilihlah cara yang paling bisa diterima. Yang santun, yang tidak menghakimi.
Sahabat-sahabat sholihah saya, mereka nggak pernah nyinggung soal penampilan saya yang saat itu belum berjilbab. Tapi kemudian ketika saya berjilbab, Isnaeni ngajak ngaji tiap hari Jumat sepulang sekolah. Irvani, bantu saya dapat jilbab yang lebih layak. Begitu!
Jadiii, kalau mau ngasih jilbab ya kasih aja. Bila perlu kasihnya diam-diam, nggak usah pakai pengumuman. Irvani ngasih saya jilbab tanpa diketahui siapa-siapa. Itu pun dia menawarinya pelan-pelan banget, seolah takut menyinggung perasaan saya. Itu yang namanya akhlak!
Oya, saya juga pernah membaca di majalah Hidayatullah, sekitar tahun 2OO4 atau 2OO5, saya lupa persisnya.
Disitu diceritakan, Ustadz Arifin Ilham berhasil menyadarkan seorang preman. Dengan apa? Dengan beberapa bungkus makanan untuk sarapan. Saya lupa persisnya, soto ayam sepertinya. Preman itu tertegun, ternyata masih ada orang yang mau berbaik hati padanya, padahal tubuhnya penuh dengan gambar tato. Ia juga sangat jauh dengan agama, saat itu.
Dan bisa ditebak, preman itu akhirnya bertaubat dan menjadi salah satu jamaah majelis dzikir milik Ustadz Arifin Ilham. Ini kisah nyata. Dan ini bisa jadi bukti bahwa kerendahan hati, dan tingginya akhlak, bisa menjadi sarana dakwah yang sangat manjur. Karena kemuliaan akhlak yang dimiliki ustadz Arifin Ilham, saya sih nggak heran ketika ketiga istri beliau bisa bersanding dengan damai dan saling mendukung satu sama lain.
Ustadz Arifin Ilham tidak menghujani preman itu dengan dalil-dalil, bahwa sebagai umat Islam harus sholat, nggak boleh bertato, dll. Macam anak kecil yang beum tau apa-apa, pikat dulu hatinya, baru masuki dengan ajaran-ajaran Islam, step by step.
Begitu pula dengan Rina Nose. Padanya, ayo kita tunjukkan dulu bagaimana seorang muslimah seharusnya mendukung saudaranya. Bukan mendukung dia untuk membuka jilbab tentu saja, tapi menghargai keputusannya saat ini, untuk kemudian merangkulnya, mendoakannya agar mau kembali ke jalan Illahi.
Maaafff, jadi sok bijak begini.
Oya, saya juga pernah membaca di majalah Hidayatullah, sekitar tahun 2OO4 atau 2OO5, saya lupa persisnya.
Disitu diceritakan, Ustadz Arifin Ilham berhasil menyadarkan seorang preman. Dengan apa? Dengan beberapa bungkus makanan untuk sarapan. Saya lupa persisnya, soto ayam sepertinya. Preman itu tertegun, ternyata masih ada orang yang mau berbaik hati padanya, padahal tubuhnya penuh dengan gambar tato. Ia juga sangat jauh dengan agama, saat itu.
Dan bisa ditebak, preman itu akhirnya bertaubat dan menjadi salah satu jamaah majelis dzikir milik Ustadz Arifin Ilham. Ini kisah nyata. Dan ini bisa jadi bukti bahwa kerendahan hati, dan tingginya akhlak, bisa menjadi sarana dakwah yang sangat manjur. Karena kemuliaan akhlak yang dimiliki ustadz Arifin Ilham, saya sih nggak heran ketika ketiga istri beliau bisa bersanding dengan damai dan saling mendukung satu sama lain.
Ustadz Arifin Ilham tidak menghujani preman itu dengan dalil-dalil, bahwa sebagai umat Islam harus sholat, nggak boleh bertato, dll. Macam anak kecil yang beum tau apa-apa, pikat dulu hatinya, baru masuki dengan ajaran-ajaran Islam, step by step.
Begitu pula dengan Rina Nose. Padanya, ayo kita tunjukkan dulu bagaimana seorang muslimah seharusnya mendukung saudaranya. Bukan mendukung dia untuk membuka jilbab tentu saja, tapi menghargai keputusannya saat ini, untuk kemudian merangkulnya, mendoakannya agar mau kembali ke jalan Illahi.
Maaafff, jadi sok bijak begini.
Kadang kita sudah merasa lebih baik daripada orang lain, dari segi agama, dari ibadah, penampilan. Lalu karena itu kita jadi lebih mudah men-cap, melabeli, menghakimi, orang-orang yang tak sepaham dan menurut kita "tersesat". Padahal, sifat seperti itu termasuk sombong, dan kesombongan merupakan pintu masuknya setan.
Saya jadi ingat pesan Bapak suatu hari, "Iblis dikeluarkan dari surga karena apa? karena dia sombong, merasa lebih mulia dari manusia."
Saya jadi ingat pesan Bapak suatu hari, "Iblis dikeluarkan dari surga karena apa? karena dia sombong, merasa lebih mulia dari manusia."
So, stop membicarakan dan mencari kejelekan orang lain yaa... Urusi dosa kita masing-masing saja. Karena Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Setiap maksiat yang dijelek-jelekkan pada saudaramu, maka itu akan kembali padamu. Maksudnya, engkau bisa dipastikan melakukan dosa tersebut." Na'udzubillah tsumma na'udzubillah.
#selfreminder |