Tentang Mama Mertua
Euis Sursilawati atau oleh teman-teman sekolahnya akrab dipanggil dengan nama Euis Begy, adalah mama mertua saya. Kami bertemu pertama kali di tahun 2005. Saat itu saya kelas 3 SMA, dan sudah dekat dengan Mas Yopie, yang kini menjadi suami saya. Kesan pertama, tentu selain deg-degan dan salah tingkah yang saya rasakan, yaitu bahwa Mama adalah orang yang friendly.
Pertemuan pertama kami waktu itu berlangsung singkat. Ketika itu, Mama yang sedang mengantar Ayah terapi di Purworejo, tiba-tiba datang ke rumah kami yang sederhana. FYI, dulu Mas Yopie dan keluarganya masih tinggal di Wonosobo. Mas Yopie, yang waktu itu ikut mengantar Ayah, sempat SMS saya, apa boleh main sore-sore? Saya jawab, "tentu saja boleh." Lalu dibalasnya lagi, "Tapi ini saya (dulu Mas Yopie masih pakai kata 'saya') sama Mama. Kebetulan Ayah lagi diterapi, jadi daripada nunggu lama, Mama ngajak ke rumah dirimu."
Kaget dong yaa.. Tapi masa' ada orang mau bertamu malah kita tolak? Jadi dengan penampilan dan keadaan yang benar-benar apa adanya saat itu, kami menyambut Mas Yopie, Mama dan De Onie. Karena pertemuan itu juga, ibu saya (almarhumah) saat itu jadi makin jatuh cinta sama Mas Yopie, hehe...
Saya pernah menuliskan do'a ibu saya pasca pertemuan itu, di Mamah; Do'a Ibu yang Terijabah
Mama Mertua di Tanjung Bira |
Ketika Mama Diuji...
Oya, tadi saya menyebutkan tentang Ayah (mertua) yang sedang terapi. Memangnya kenapa dengan Ayah sih?
Ceritanya begini. Tahun 2005, Ayah terserang gejala stroke. Beliau sempat dirawat beberapa lama di Rumah Sakit tertua di Yogya, Bethesda. Saat Ayah sakit itulah, Mama yang saat itu sudah memasuki #UsiaCantik, 40 tahun, diuji kekuatan dan kesabarannya.
Selain harus merawat Ayah yang sakit, Mama juga harus membagi pikirannya untuk ketiga anaknya yang tinggal berpencar-pencar; De Onie, De Ine, dan Mas Yopie. Mas Yopie sih waktu itu sudah kuliah tingkat 3 di Jogja ya, jadi sudah cukup mandiri. De Onie waktu itu masih SMP di Wonosobo, sedangkan De Ine masih SMA di Purworejo. Kebayang 'kan bagaimana stress-nya Mama saat itu?
Tapi, Mama itu luar biasa... Kenapa?
Tapi, Mama itu luar biasa... Kenapa?
Yang saya salut dari Mama adalah, cara beliau merawat Ayah -pasca keluar dari Rumah Sakit- yang saat itu kesulitan menggerakkan beberapa bagian tubuhnya. Untuk berjalan susah, untuk bersalaman dengan orang pun, tangan kanannya harus dibantu digerakkan oleh tangan kiri. Kata Mama, "Pakai sandal aja Ayah masih suka lepas-lepas."
Tapi, Mama tidak pernah malu membawa Ayah pergi kemanapun. Bahkan beberapa kali, Mama menyengaja pergi dengan menggunakan transportasi umum, meski ada mobil di rumah. Mama tidak memanjakan Ayah seperti orang lain pada umumnya. Iya, biasanya 'kan (yang sering saya lihat ya...) orang yang sakit stroke, dibiarkan saja tiduran di ranjang atau duduk-duduk di kursi roda tanpa melakukan apa-apa. Tapi Mama tidak begitu. Mama mengajak Ayah berjalan-jalan, memenuhi undangan pernikahan, dan kegiatan-kegiatan lainnya.
Lalu untuk apa itu semua? Tentu saja itu untuk kebaikan Ayah sendiri. Selain agar Ayah semakin sehat dengan sering bergerak, juga agar Ayah semakin percaya diri. Dari itu 'kan Ayah jadi yakin bahwa Mama selalu siap sedia di samping Ayah, bagaimanapun kondisinya saat itu. Ini juga saya jadikan catatan, bahwa hakikat pernikahan adalah bersedia menjalani masa-masa suka dan duka, bersama-sama.
Tapi, Mama tidak pernah malu membawa Ayah pergi kemanapun. Bahkan beberapa kali, Mama menyengaja pergi dengan menggunakan transportasi umum, meski ada mobil di rumah. Mama tidak memanjakan Ayah seperti orang lain pada umumnya. Iya, biasanya 'kan (yang sering saya lihat ya...) orang yang sakit stroke, dibiarkan saja tiduran di ranjang atau duduk-duduk di kursi roda tanpa melakukan apa-apa. Tapi Mama tidak begitu. Mama mengajak Ayah berjalan-jalan, memenuhi undangan pernikahan, dan kegiatan-kegiatan lainnya.
Lalu untuk apa itu semua? Tentu saja itu untuk kebaikan Ayah sendiri. Selain agar Ayah semakin sehat dengan sering bergerak, juga agar Ayah semakin percaya diri. Dari itu 'kan Ayah jadi yakin bahwa Mama selalu siap sedia di samping Ayah, bagaimanapun kondisinya saat itu. Ini juga saya jadikan catatan, bahwa hakikat pernikahan adalah bersedia menjalani masa-masa suka dan duka, bersama-sama.
Ada Pelangi Setelah Hujan...
Life begins at forty, kata orang. Banyak yang meyakini, bahagia-tidaknya kehidupan kita ditentukan di #UsiaCantik itu, yaitu usia 40 tahun. Tentu ada kekhawatiran jika mengingat kembali bahwa di usia ini Mama justru sedang diuji. Rasa khawatir bagaimana dengan masa depan anak-anaknya nanti (yang masih membutuhkan banyak biaya) ketika melihat kondisi Ayah yang seperti itu, seringkali mengganggu pikiran. Tapi Mama adalah Mama, yang kuat tirakatnya.
Dengan rutin menjalani terapi, dengan kesabaran dan kekuatan Mama yang tak bertepi, juga atas kehendak Illahi, Ayah pun pulih kembali. Beliau bisa beraktivitas seperti sedia kala. Alhamdulillah. Bahkan 3 tahun pasca Ayah sakit, yaitu tahun 2008, Ayah dan Mama diundang oleh Allah untuk berhaji ke tanah suci. Usia Mama saat itu menginjak 43 tahun.
Berdasarkan pengalaman yang Ayah dan Mama jalani sendiri (selain tetap memperhatikan petunjuk dokter dan juga rutin menjalani terapi), stroke bisa disembuhkan, dengan dukungan dua hal:
1. Motivasi internal --> Ada keinginan untuk sembuh dari dalam diri sendiri. Ingin sembuh dan yakin bisa sembuh, itu penting.
2. Motivasi eksternal --> Motivasi dari orang-orang terdekat, terutama istri dan anak-anak. Mereka harus jadi penyemangat agar pasien bisa melawan sakitnya.
Life begins at forty, kata orang. Banyak yang meyakini, bahagia-tidaknya kehidupan kita ditentukan di #UsiaCantik itu, yaitu usia 40 tahun. Tentu ada kekhawatiran jika mengingat kembali bahwa di usia ini Mama justru sedang diuji. Rasa khawatir bagaimana dengan masa depan anak-anaknya nanti (yang masih membutuhkan banyak biaya) ketika melihat kondisi Ayah yang seperti itu, seringkali mengganggu pikiran. Tapi Mama adalah Mama, yang kuat tirakatnya.
Dengan rutin menjalani terapi, dengan kesabaran dan kekuatan Mama yang tak bertepi, juga atas kehendak Illahi, Ayah pun pulih kembali. Beliau bisa beraktivitas seperti sedia kala. Alhamdulillah. Bahkan 3 tahun pasca Ayah sakit, yaitu tahun 2008, Ayah dan Mama diundang oleh Allah untuk berhaji ke tanah suci. Usia Mama saat itu menginjak 43 tahun.
Berdasarkan pengalaman yang Ayah dan Mama jalani sendiri (selain tetap memperhatikan petunjuk dokter dan juga rutin menjalani terapi), stroke bisa disembuhkan, dengan dukungan dua hal:
1. Motivasi internal --> Ada keinginan untuk sembuh dari dalam diri sendiri. Ingin sembuh dan yakin bisa sembuh, itu penting.
2. Motivasi eksternal --> Motivasi dari orang-orang terdekat, terutama istri dan anak-anak. Mereka harus jadi penyemangat agar pasien bisa melawan sakitnya.
Mama diserang badai di #UsiaCantik, tapi di #UsiaCantik itu pula Mama menemukan pelangi... Seperti janji Allah; Setelah kesulitan, ada kemudahan. Tentunya, itu berlaku bagi orang-orang yang bersabar.
Sekarang, Ayah dan Mama memiliki hobi baru, yaitu travelling. Saat ada waktu, Ayah Mama sering melancong ke beberapa daerah, seperti Tanjung Bira, Tana Toraja, Bali, hingga ke Singapore dan Malaysia. Entah setelah ini beliau berdua ada rencana kemana lagi. Yang pasti, mantunya ini pengen diajak juga lah, xixixixi... *ngarep.
Ayah Mama di Bali |
Ayah Mama di Bedugul |
Melihat romantisme Ayah dan Mama di usia mereka yang tak lagi muda, siapa yang menyangka bahwa beliau berdua pernah melewati masa yang sulit? Lihatlah, Ayah Mama kembali muda, ya 'kan? Anak-anaknya aja kalah, xixixi...
Ada satu lagi yang membuat "iri". Ayah suka menyuruh bahkan mengantar Mama ke salon kecantikan untuk perawatan. *Huwaaa, mau lah disuruh nyalon juga, xixixi...* Selain itu, Ayah juga mengijinkan Mama untuk membeli produk-produk perawatan harian, meski harganya tak bisa dibilang murah. Iya, kecantikan 'kan mesti dijaga. Itu juga salah satu cara bersyukur, to?
Tak lupa, Mama selalu mengonsumsi sayuran dan buah-buahan setiap hari. Mama juga rajin berpuasa. Puasa, selain bisa meningkatkan ketaqwaan, juga bisa untuk menjaga kesehatan sekaligus mengontrol berat badan. Tahu 'kan, puasa itu juga mendetoksifikasi racun dalam tubuh kita? Makanya Mama masih kuat momong cucu. ☺☺
Tak lupa, Mama selalu mengonsumsi sayuran dan buah-buahan setiap hari. Mama juga rajin berpuasa. Puasa, selain bisa meningkatkan ketaqwaan, juga bisa untuk menjaga kesehatan sekaligus mengontrol berat badan. Tahu 'kan, puasa itu juga mendetoksifikasi racun dalam tubuh kita? Makanya Mama masih kuat momong cucu. ☺☺
Semua Ada Masanya...
Sebenarnya, selain ujian yang datang di usia Mama yang ke-40 tadi, Mama sudah kenyang dengan segala keterbatasan. Mama dilahirkan di bulan Mei tahun 1965, dan persis di tanggal dan bulan yang sama tahun berikutnya, Oma melahirkan Bi Yati, adik Mama. Karena Mama masih kecil, ditambah dengan adiknya yang baru lahir, Oma sedikit repot mengasuh Mama dan Bi Yati, hingga akhirnya Mama diasuh oleh Mbah Buyut (neneknya Mama) di Majalengka.
Sejak kecil tinggal terpisah dengan orang tua kandung (Oma dan Opa tinggal di Bekasi), menempa Mama menjadi pribadi yang mandiri. Pernah beliau cerita, saat sekolah dulu, jika ingin punya sepatu dengan warna baru, beliau mengandalkan pewarna Wenter, sehingga sepatu satu-satunya itu bisa terlihat baru lagi. Lucu sekaligus miris. Tapi itulah Mama, pandai mengemas duka menjadi tawa.
Apa yang Mama alami sejak kecil hingga usianya memasuki #usiacantik, telah membentuk Mama menjadi pribadi yang kuat. Ah, jadi ingat sebuah nasehat; ketika engkau meminta kekuatan, Allah mengirimkan ujian agar kamu menjadi kuat.
Ingat juga pesan kakek Jamil Azzaini, yang pernah saya dengar di sebuah acara televisi beberapa tahun lalu. Biji jagung, untuk bisa tumbuh dan menghasilkan buah (yang nantinya akan bermanfaat sebagai bahan pangan), perlu dikubur dengan tanah lalu diinjak-injak.
Tere Liye pun pernah menuliskan, "Sepotong intan terbaik dihasilkan dari dua hal, yaitu suhu dan tekanan yang tinggi di perut bumi. Semakin tinggi suhu yang diterimanya, semakin tinggi tekanan yang diperolehnya, maka jika dia bisa bertahan, tidak hancur, dia justru berubah menjadi intan yang berkilau tiada tara. Keras. Kokoh. Mahal harganya. Sama halnya dengan kehidupan, seluruh kejadian menyakitkan yang kita alami, semakin dalam dan menyedihkan rasanya, jika kita bertahan, tidak hancur, maka kita akan tumbuh menjadi seseorang berkarakter laksana intan. Keras. Kokoh."
Seperti kata peribahasa, "Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian." Keterbatasan, kesedihan, juga tempaan oleh keadaan yang Mama alami sejak kecil berbuah kekuatan dan kebahagiaan pada akhirnya. Yang penting kita jalani hari-hari yang kita lalui dengan sebaik-baiknya, karena masa depan kita sedikit banyak adalah hasil dari kita di masa lalu dan masa sekarang.
Apa yang Mama alami sejak kecil hingga usianya memasuki #usiacantik, telah membentuk Mama menjadi pribadi yang kuat. Ah, jadi ingat sebuah nasehat; ketika engkau meminta kekuatan, Allah mengirimkan ujian agar kamu menjadi kuat.
Ingat juga pesan kakek Jamil Azzaini, yang pernah saya dengar di sebuah acara televisi beberapa tahun lalu. Biji jagung, untuk bisa tumbuh dan menghasilkan buah (yang nantinya akan bermanfaat sebagai bahan pangan), perlu dikubur dengan tanah lalu diinjak-injak.
Tere Liye pun pernah menuliskan, "Sepotong intan terbaik dihasilkan dari dua hal, yaitu suhu dan tekanan yang tinggi di perut bumi. Semakin tinggi suhu yang diterimanya, semakin tinggi tekanan yang diperolehnya, maka jika dia bisa bertahan, tidak hancur, dia justru berubah menjadi intan yang berkilau tiada tara. Keras. Kokoh. Mahal harganya. Sama halnya dengan kehidupan, seluruh kejadian menyakitkan yang kita alami, semakin dalam dan menyedihkan rasanya, jika kita bertahan, tidak hancur, maka kita akan tumbuh menjadi seseorang berkarakter laksana intan. Keras. Kokoh."
Seperti kata peribahasa, "Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian." Keterbatasan, kesedihan, juga tempaan oleh keadaan yang Mama alami sejak kecil berbuah kekuatan dan kebahagiaan pada akhirnya. Yang penting kita jalani hari-hari yang kita lalui dengan sebaik-baiknya, karena masa depan kita sedikit banyak adalah hasil dari kita di masa lalu dan masa sekarang.
Sekarang, mau berganti sepatu sehari 3x, insya Allah Mama bisa. Mau beli baju tiap hari juga insya Allah ada dananya. Saya ingat sekali pesan Mama suatu hari, "Mbah Buyut itu ngajarkan, kalau mau hidup bahagia, kita harus bersyukur, bersabar, dan jangan bohong (jujur). Itu, tiga itu Mama ingat-ingat terus." Dan apa-apa yang diajarkan Mbah Buyut pada Mama, diingat dan dilakukannya, sehingga beliau bisa jadi seperti saat ini.
Penuh syukur menjalani hari-hari, bersabar ketika diuji, dan jujur sebagai penyelamat hati.
Ayah Mama di Art Science Mueseum, Singapore |
Ayah-Mama telah berhasil melewati hampir 33 tahun kebersamaan, dengan derai tawa, juga basah air mata. Kini Ayah-Mama tinggal menikmati masa tua dengan sebaik-baik impian masa muda. Semoga anak-cucu Ayah-Mama mampu meneladani kebaikan-kebaikan yang Ayah-Mama contohkan. Semoga kami bisa memetik pelajaran, karena tak ada perjalanan yang mulus tanpa gelombang ujian. Semoga kami bisa menikmati hari-hari yang masih penuh dengan perjuangan, demi cita-cita kami;
"Bahagia, tanpa jeda."
"Lomba blog ini diselenggarakan oleh BP Network dan disponsori oleh L'Oreal Revitalift Dermalift"