Setelah sekian lama tidak menulis untuk media cetak, akhirnya minggu lalu saya melakukannya lagi, karena kerinduan untuk bisa mendapat uang dengan lebih cepat telah sampai di ubun-ubun. *Hihihi, mulai matre...* Pilihan saya tepat, karena dengan mengirim tulisan ke media Harian, maka kemungkinan tulisan itu untuk dimuat akan lebih besar.
Bersyukur sekali, tulisan yang saya kirim di hari Jum'at, dimuat satu hari berikutnya. Tepatnya, di Sabtu, 22 Oktober 2016. Padahal prediksi saya, jika dimuat, tulisan itu akan muncul di minggu berikutnya, entah Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum'at atau Sabtu. Dan syukur Alhamdulillah sekali, tulisan saya masih memenuhi kriteria Solopos. Itu cukup membuat bahagia dan mengobati rasa kecewa. Iya, ada sedikit drama yang terjadi sebelumnya, dan kabar dimuatnya Jon Koplo saya, sangat menghibur hati saya yang sedang lara.
Baca curahan hati saya di: Heart Field, Usaha Saya Mengganti Kecewa dengan Rasa Bahagia
Lalu, tulisan macam apakah yang saya buat? Ini hanya kisah lucu-lucuan saja sih. Kisah nyata yang terjadi sekitar 8-10 tahun yang lalu, saat saya masih di Bogor. Lady Cempluk ini adalah Bulik Anna (adik ibu saya yang baik hatinya, tempat saya menumpang selama kuliah dan bekerja di Bogor). Jon Koplo adalah Naufal, adik sepupu saya, yang juga akrab dipanggil Jo alias Paijo . Gendhuk Nicole adalah Fira, sepupu saya yang merupakan kakak dari Naufal.
Kisahnya kurang lebih sama, hanya saya edit bahasanya, karena tulisan ini menyesuaikan dengan karakter di rubrik "Ah Tenane" yang kerap menyisipkan dialog dalam Bahasa Jawa.
Jon Koplo di Rubrik "Ah Tenane", Solopos |
Inilah kisah selengkapnya:
Berbagi
Jon Koplo
meminta uang pada ibunya, Lady Cempluk, untuk membeli makanan ringan. Saat makan
makanan tersebut, Gendhuk Nicole, kakak perempuannya, menghampiri.
Maem apa
kuwi?" tanya Nicole pada adiknya yang baru duduk di kelas TK B itu.
Karena Jon Koplo tak menjawab, Nicole pun to the point saja. "Aku nyuwun," pintanya. Namun, Jon Koplo tak
mau membagi makanannya itu, meski dia masih memiliki satu bungkus lainnya.
Karena tak ingin
melihat pertengkaran, Cempluk pun menasehati Jon Koplo. "Mbak Nicole
diparingi to, Le. Yen seneng berbagi, mengko rezekine tambah akeh."
Bagi Jon Koplo
yang baru berusia lima tahun, rezeki artinya uang. Awalnya Jon Koplo tak
percaya, tapi karena iming-iming rezeki berganda itu, akhirnya ia mau membagi
sedikit makanannya. “Ibu, nggak bohong, to?” tanya Jon Koplo pada ibunya.
Yang ditanya
ragu, dan akhirnya berkata, “Ya kalau nggak sekarang, akan diganti di masa yang
akan datang.”
Merasa bahwa
sang ibu seolah memperalatnya, dengan sedikit kesal Jon Koplo membuka satu
bungkus makanannya yang lain.
Matanya kemudian
berbinar, ada sesuatu di dalam bungkus makanan itu, yang dibungkus plastik dan
dilapisi perekat.
“Ha, iki apa ya?”
Jon Koplo penasaran.
“Wah, duit!
Horeee...” Jon Koplo girang karena menemukan uang lima ribuan.
Dalam hati
Cempluk lega, karena Tuhan dengan cepat mengganti kebaikan anaknya, sehingga
Jon Koplo percaya dengan nasihatnya. “Lho, rak tenan, yen
seneng berbagi kuwi rezekine dadi akeh.”
~~~
tulisan di atas adalah naskah asli sebelum mengalami proses pengeditan di meja redaksi.
Begitulah...
Ada yang ingin mencoba mengirim kisah seru ke Solopos juga? Caranya gampang koq. Untuk rubrik "Ah Tenane", tulislah kisah nyata sepanjang kira-kira 150 kata saja, lalu kirim ke email Solopos: redaksi@solopos.co.id atau redaksi@solopos.com
Ada imbalannya koq. Lumayan, buat beli bakso insya Allah cukup.