Mau curcol...
Bulan lalu, saya mendapat hadiah voucher sebesar Rp 200.000,-. Salah saya, saya tidak segera menggunakannya. Tiap ada kesempatan untuk berbelanja, saya bingung mau pilih barang yang mana. Ketika kemarin saya coba menggunakannya, kode voucher tersebut dinyatakan tidak valid.
Saya mengirimkan email ke costumer service, kemudian mendapat jawaban yang sebenarnya kurang menjawab permasalahan saya ini. Saya meng-email untuk yang kedua kalinya, dan terjawablah pagi tadi, bahwa ketidakvalidan kode voucher tersebut dikarenakan telah melampaui batas waktu yang ada, yaitu 30 hari sejak pemberitahuan. Artinya, vouchernya sudah KADALUARSA.
Sempat sedih dan kecewa, karena saya tidak menemukan informasi bahwa kode voucher itu hanya berlaku dalam jangka waktu 30 hari, di email terdahulu. Tapi kemudian, saya menghibur diri sendiri, "Ya sudahlah, mau dikatakan apa lagi?"
Lalu tibalah saat dimana saya kemudian bisa berdamai dengan diri sendiri.
Diba, salah satu Arsitek Akanoma, datang pagi-pagi (FYI, Studio Akanoma ada di rumah saya). Saya langsung teringat dengan status facebook-nya kemarin dan tertarik untuk membahasnya. Saya pikir, saya membutuhkan rumus untuk bisa kembali bahagia, setelah good-mood saya hilang pasca membaca email jawaban yang membuat sedih, kecewa dan menyesal tadi.
Ini dia statusnya:
Iya, saya ingin kembali bahagia. Makanya saya tanya-tanya si tante Diba itu, gimana biar bisa bahagia? Apalagi katanya, orang yang bahagia, detak jantungnya bisa memancarkan kebahagiaan ke sekelilingnya juga. 'Kan kalau ada orang yang bahagia, biasanya orang lain ikut merasakannya, atau paling tidak mendapatkan manfaat dari orang yang bahagia tadi, ya 'kan?
Nah, lalu, setelah bincang-bincang dengan Tante Diba tadi, gimana sih biar hati kita bisa bahagia?
Caranya adalah: ingat-ingat saat kita benar-benar sedang bahagia. Ingat semuanya! Kalau sudah, rasakan! (bukan dipikirkan). Saya tadi mempraktekannya, dan tanpa sadar, bibir saya mengucap, "Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah..." Begituuu terus. Sampai-sampai saya lupa dengan voucher yang hangus tadi. Bahkan saat tiba-tiba teringat pun, saya malah bisa bilang begini pada diri sendiri:
"Apa yang kamu miliki, sesungguhnya bukan milikmu. Bahkan sesuatu yang telah kamu genggam, bisa saja harus kau lepaskan."
Iya, apa yang selalu kita akui sebagai milik kita, sebenarnya adalah milik-Nya. Lalu ketika Dia berkehendak untuk mengambilnya, ngga usah sewot lah yaa... Itu 'kan hak-Nya.
Dari pengalaman voucher hangus tadi, kemudian saya bisa mengambil hikmah atau pelajaran:
1. Bahwa sebenarnya kita tidak punya apa-apa. Kenapa sombong?
2. Seharusnya, rezeki yang sudah kita dapat, kita syukuri dengan sebaik-baik rasa syukur. Cara bersyukur, salah satunya adalah dengan menjaganya agar tidak hilang.
Seperti kisah dalam sebuah hadits. Pernah ada seorang sahabat datang menemui Rasulullah SAW. Dia datang dengan menunggang unta. Saat tiba, untanya dibiarkan di halaman rumah Rasulullah SAW, tanpa diikat. Kemudian dia menemui Rasulullah SAW. Sebelum menyampaikan maksudnya, Rasulullah bertanya, "Kamu sudah mengikat untamu?"
Dia menjawab, "Aku bertawakal kepada Allah."
Rasulullah SAW menegur, "Ikat dulu, baru engkau bertawakal kepada Allah."
Dalam kaitannya dengan voucher yang hangus, salah saya adalah, kenapa nggak segera belanja?
Seperti kisah dalam sebuah hadits. Pernah ada seorang sahabat datang menemui Rasulullah SAW. Dia datang dengan menunggang unta. Saat tiba, untanya dibiarkan di halaman rumah Rasulullah SAW, tanpa diikat. Kemudian dia menemui Rasulullah SAW. Sebelum menyampaikan maksudnya, Rasulullah bertanya, "Kamu sudah mengikat untamu?"
Dia menjawab, "Aku bertawakal kepada Allah."
Rasulullah SAW menegur, "Ikat dulu, baru engkau bertawakal kepada Allah."
Dalam kaitannya dengan voucher yang hangus, salah saya adalah, kenapa nggak segera belanja?
Begitulah...
Singkat kata, setelah saya bisa memunculkan rasa bahagia dan melupakan rasa kecewa, saya bisa menjalani hari dengan tenang. Memasak pun lancar, padahal saya sendirian dan harus menjaga Aga juga. Alhamdulillah, semesta memang mengkondisikan semua berjalan seperti mau saya. Waktunya memasak, Aga mengantuk dan tidur tanpa rewel. Saat dia hampir terlelap, saya berbisik, "Adik tidurnya yang nyenyak yaa... Jangan nangis, jangan rewel. Nanti bangunnya setelah Mama selesai masak."
Daaan, Aga bangun tepat saat saya meletakkan mangkuk sayur ke bawah tudung saji, tanpa tangisan!
Oke, itu baru 1.
Yang ke 2. Siang setelah Amay pulang sekolah, Amay dan Aga bermain bersama. Kebetulan ada Arka juga yang datang ke rumah. Aga, masuk ke rumah tetangga yang punya bola. Yup, anak itu memang hobinya main bola. DI RUMAH TETANGGA, PULA. Padahal di rumah pun ada bola, tapi dia lebih suka bolanya Mas Ivan.
Saat di rumah Mas Ivan itulah saya buka-buka koran. Solopos tepatnya. Kebetulan hari Jum'at lalu, saya mengirimkan satu kisah kesana. Bukan kisah yang gimana-gimana, cuma Jon Koplo saja. Memang, saya sebelumnya memprediksi bahwa tulisan saya jika dimuat akan muncul di hari Senin, Selasa, Rabu atau Kamis. Ternyata, hari Selasa kemarin adalah harinya Bu Ima, salah satu teman IIDN Solo. Jadi, saya berharap hari ini atau besok adalah giliran Jon Koplo saya yang muncul disana.
Saya sempat kembali kecewa waktu melihat koran itu ternyata terbitan Sabtu, tanggal 22 Oktober kemarin.
Tapiii...
Tiba-tiba mata saya tertumbuk pada sebuah judul di kolom "Ah Tenane". BERBAGI... Itu judul yang saya buat Jum'at lalu. Ketika saya cek nama penulis di belakang, yak, Arinta Adiningtyas tertulis disana.
Jon Koplo saya di rubrik "Ah Tenane" Solopos |
Tuh kan... Skenario Allah itu selalu penuh kejutan. Kalau semua mulus-mulus saja, rasanya jadi kurang greget. Betul tidak? Saat nonton film saja, kita maunya film yang ceritanya menghentak, ngga monoton dan membosankan, ya nggak?
So, mungkinkah ini karena saya "mengaktifkan" Heart Field tadi? Bahwa rasa bahagia bisa kita hadirkan sewaktu-waktu. Dan saat kita mengingat-ingat momen bahagia kita, sejatinya kita sedang mengingat-ingat nikmat dari Allah SWT. Saat kita menghadirkan memori yang membuat tertawa itu, sebenarnya kita sedang menghadirkan rasa SYUKUR.
Lalu ingatlah, bahwa bahagia kita, jauuuuh lebih banyak daripada sedih kita. Ingat itu selalu. :)
Lalu ingatlah, bahwa bahagia kita, jauuuuh lebih banyak daripada sedih kita. Ingat itu selalu. :)