Yeaayyy sudah tanggal 19, itu artinya Blogger KAH kembali datang. Kali ini kami menulis sebuah tema yang terinspirasi dari curhatan-curhatan kecil sehari-hari. Hehe, saya, Mbak Rani, dan Mbak Widut memang suka ngobrol dan curcol. Hingga kemudian lahirlah ide untuk membahasnya di sebuah postingan blog.
Tema kali ini adalah pengalaman horor. Oya, bulan ini kami kedatangan tamu yaa, Mami Susi, yang tampaknya suka banget dengan hal-hal mistis, kami undang untuk bercerita juga.
Sebelumnya saya pernah menulis sebuah kejadian yang menegangkan di rumah bude di Jogja, berjudul "Jangan Baca Ayat Kursi". Waktu itu saya memang tidak merasa apa-apa, karena memang pada dasarnya saya kurang peka dengan keberadaan makhluq astral. Akan tetapi, Amay, yang kala itu belum genap dua tahun, terlihat agak sensitif.
Tema kali ini adalah pengalaman horor. Oya, bulan ini kami kedatangan tamu yaa, Mami Susi, yang tampaknya suka banget dengan hal-hal mistis, kami undang untuk bercerita juga.
Silakan baca tulisan Mami Susi Susindra dengan "Wanita Berwajah Rata"nya disini, dan Mbak Rani dengan Hantu Genit-nya disini.
~~~
Sebelumnya saya pernah menulis sebuah kejadian yang menegangkan di rumah bude di Jogja, berjudul "Jangan Baca Ayat Kursi". Waktu itu saya memang tidak merasa apa-apa, karena memang pada dasarnya saya kurang peka dengan keberadaan makhluq astral. Akan tetapi, Amay, yang kala itu belum genap dua tahun, terlihat agak sensitif.
Saat Amay kecil, beberapa kali saya mengalami hal yang kurang menyenangkan terkait hubungannya dengan makhluq dari dunia lain. Pernah, Mamah mertua saya memarahi "dia yang tak kasat mata". Ceritanya, Amay minta disuapi di dalam mobil. Memang biasanya dia makan sambil memainkan setir mobil. Tapi saat itu, baru saja saya membuka pintu mobil, Amay tiba-tiba berteriak dan langsung memeluk saya erat. Eraaattt sekali. Dia juga selalu menghadap ke belakang seolah tak ingin memandang ke arah mobil. Mamah paham ada yang salah. Beliau kemudian memukul kap mobil, sambil berteriak, "Tong ngagangguan cucuku!" Mamah lalu menyuruh saya keluar dari garasi, dan Amay pun berangsur tenang.
Masih di rumah Majalengka, alias di rumah mertua saya. Suatu hari saat bulan Ramadhan, saya bersiap untuk berbuka puasa. Iya, saya tetap berpuasa meski saat itu sedang menyusui Amay yang usianya sekitar 3-4 bulan. Jelang maghrib, Amay tidur, nyenyak sekali. Kata orang-orang memang sebaiknya bayi kita dibangunkan, karena tidur saat adzan maghrib memang kurang baik kan ya? Tapi karena Amay masih saja pulas, saya memutuskan untuk menggendongnya saja. Tiba-tiba, saat adzan dan saya sedang membatalkan puasa, Amay berteriak kencang, menangis seperti ada yang menjahilinya. Dan benar, kata Omah (neneknya suami), ada yang nggak suka lihat Amay tidur maghrib-maghrib begini, jadi Amay "dicubit".
Dari tadi cerita tentang Amay terus, tentang Arin kapan? Hehe..seperti yang saya katakan di awal, alhamdulillah saya tidak diberi "kepekaan" untuk melihat atau merasakan keberadaam makhluq ghaib. Allah Maha Tahu kalau hamba-Nya yang satu ini memang penakut, hehehe.. Tapi, pernah ada kejadian yang bikin saya jadi percaya kalau suara ketawa mbak kunti memang "hihihihi" seperti yang biasa terdengar di tivi.
Ceritanya, suatu hari pas jaman SMA, saya ke Jogja untuk mengantar sebuah barang ke kost Mas Pepi (kakak laki-laki saya satu-satunya). Sebelumnya saya sudah sering dengar cerita aneh-aneh di kost tusuk sate itu. Kadang ada yang tiba-tiba berubah mirip Mas Yopie (iya, Mas Pepi dan Mas Yopie memang teman SMA dan mereka kost bareng-bareng saat kuliah di Jogja) tapi saat disapa Mas Yopie diam saja, lalu tak berapa lama orang yang sama muncul dengan baju yang sama, mengaku bahwa dia baru datang. Nah, yang terakhir datang ini beneran Mas Yopie, kalau yang sebelumnya, nggak tau deh. :D
Singkat cerita, saya minta diantar ke belakang oleh Mas Pepi untuk ambil wudhu dan shalat ashar. Kost sudah sepi, karena beberapa anak pulang kampung di hari minggu itu. Jadi, di kost itu hanya ada 3 orang (Mas Pepi nggak bilang 3 orang itu siapa aja). Nah, tepat saat melewati sebuah kamar (yang sengaja dikosongkan), Mas Pepi menutup pintu kamar yang sebelumnya terbuka itu. Sambil ketawa bercanda dia bilang, "Nha iki lho, Rin!" dan disaat yang bersamaan ada yang tertawa keras di telinga saya "hihihihihi", gitu. Tapi anehnya saya ngga merinding. Jadi saya pikir ada yang bercanda, karena teman-teman Mas Pepi memang suka iseng, termasuk Mas Yopie. Tapi dulu sih Mas Yopie masih jaim banget sama saya, hahaha..
Setelah wudhu dan shalat di kamar, saya tanya Mas Pepi, "Mau sapa sing ngguyu? Mas Ari yo?" Saya langsung menuduh Mas Ari, karena dia memang terkenal jahil, menurut cerita-cerita Mas Pepi.
Mas Pepi jawab, "Ari kan mulih. Sing ning kene kan mung wong 3; aku, Yopie, Mas Anton. Mas Anton isih metu."
"Lha mau sing ngguyu hihihihi gitu sapa?" tanya saya. Saya beneran kaget. Tapi Mas Pepi mengira saya bercanda.
"Ngguyu apa? Kapan?" tanya Mas Pepi lagi.
"Mau kae lhoo pas kowe nutup pintu kamar, pas aku arep wudhu kae lho. Lha tak pikir Mas Ari sing meden-medeni." jawab saya gamblang. Mas Pepi dan Mas Yopie saling pandang. Awalnya saya pikir ada yang meng-iseng-i saya, tapi mereka berdua malah mengira bahwa saya mengada-ada.
Dan kisah sore itu ditutup dengan, akhirnya saya dengar suara asli mbak kunti. Dan saya nggak mau lagi ke kamar mandi kostnya Mas Pepi. :p
Cuma itu? Ada lagi...
Kejadiannya di rumah ini. Suatu malam, Mas Yopie lembur, tapi saya memutuskan untuk tidur. Beberapa waktu kemudian, saya belum sepenuhnya lelap, saya lihat Mas Yopie ke kamar. Dia cium Aga, lalu rebahan di samping saya. Biasanya dia bawa HP untuk sekedar balas WA, tapi kali itu tidak. Menyadari yang di samping saya itu Mas Yopie, saya peluk dong... Ihiiiirrr.. Tapi lalu saya berbalik untuk melanjutkan tidur.
Beberapa waktu kemudian, Mas Yopie masuk lagi, kali ini sambil gelar kasur. Iya, setelah beranak dua, Mas Yopie harus mengalah untuk tidur di bawah. Saya pun bertanya, "Lha Papa balik ke depannya lagi kapan? Koq Arin ngga terasa?"
"Maksudnya? Lha Papa aja baru masuk koq." kata Mas Yopie.
"Enggak lho, maksud Arin tadi kan Papa masuk kamar to.. Cium Aga trus tidur disini (saya menunjuk kasur). Nah, habis itu Papa ke depan laginya kapan? Koq Arin ngga terasa?"
"Lha Papa aja baru masuk ini lho... Dari tadi Papa di depan komputer."
"Terus yang tak peluk tadi siapa? Lha wong Papa masuk kesini, trus nyium Aga, trus tidur di samping Arin, trus tak peluk. Papa jangan becanda gitu ah!"
"Siapa yang becanda? Papa ini beneran baru masuk!"
Tapi ekspresi Mas Yopie memang kayak serius gitu deh. Besok-besoknya juga dia nggak bahas hal ini tuh, maksudnya nggak bahas ini dalam becandaan. Berarti beneran bukan dia yang tak peluk. Lalu siapa dong yang tak peluk itu? :o
Dari tadi cerita tentang Amay terus, tentang Arin kapan? Hehe..seperti yang saya katakan di awal, alhamdulillah saya tidak diberi "kepekaan" untuk melihat atau merasakan keberadaam makhluq ghaib. Allah Maha Tahu kalau hamba-Nya yang satu ini memang penakut, hehehe.. Tapi, pernah ada kejadian yang bikin saya jadi percaya kalau suara ketawa mbak kunti memang "hihihihi" seperti yang biasa terdengar di tivi.
Ceritanya, suatu hari pas jaman SMA, saya ke Jogja untuk mengantar sebuah barang ke kost Mas Pepi (kakak laki-laki saya satu-satunya). Sebelumnya saya sudah sering dengar cerita aneh-aneh di kost tusuk sate itu. Kadang ada yang tiba-tiba berubah mirip Mas Yopie (iya, Mas Pepi dan Mas Yopie memang teman SMA dan mereka kost bareng-bareng saat kuliah di Jogja) tapi saat disapa Mas Yopie diam saja, lalu tak berapa lama orang yang sama muncul dengan baju yang sama, mengaku bahwa dia baru datang. Nah, yang terakhir datang ini beneran Mas Yopie, kalau yang sebelumnya, nggak tau deh. :D
Singkat cerita, saya minta diantar ke belakang oleh Mas Pepi untuk ambil wudhu dan shalat ashar. Kost sudah sepi, karena beberapa anak pulang kampung di hari minggu itu. Jadi, di kost itu hanya ada 3 orang (Mas Pepi nggak bilang 3 orang itu siapa aja). Nah, tepat saat melewati sebuah kamar (yang sengaja dikosongkan), Mas Pepi menutup pintu kamar yang sebelumnya terbuka itu. Sambil ketawa bercanda dia bilang, "Nha iki lho, Rin!" dan disaat yang bersamaan ada yang tertawa keras di telinga saya "hihihihihi", gitu. Tapi anehnya saya ngga merinding. Jadi saya pikir ada yang bercanda, karena teman-teman Mas Pepi memang suka iseng, termasuk Mas Yopie. Tapi dulu sih Mas Yopie masih jaim banget sama saya, hahaha..
Setelah wudhu dan shalat di kamar, saya tanya Mas Pepi, "Mau sapa sing ngguyu? Mas Ari yo?" Saya langsung menuduh Mas Ari, karena dia memang terkenal jahil, menurut cerita-cerita Mas Pepi.
Mas Pepi jawab, "Ari kan mulih. Sing ning kene kan mung wong 3; aku, Yopie, Mas Anton. Mas Anton isih metu."
"Lha mau sing ngguyu hihihihi gitu sapa?" tanya saya. Saya beneran kaget. Tapi Mas Pepi mengira saya bercanda.
"Ngguyu apa? Kapan?" tanya Mas Pepi lagi.
"Mau kae lhoo pas kowe nutup pintu kamar, pas aku arep wudhu kae lho. Lha tak pikir Mas Ari sing meden-medeni." jawab saya gamblang. Mas Pepi dan Mas Yopie saling pandang. Awalnya saya pikir ada yang meng-iseng-i saya, tapi mereka berdua malah mengira bahwa saya mengada-ada.
Dan kisah sore itu ditutup dengan, akhirnya saya dengar suara asli mbak kunti. Dan saya nggak mau lagi ke kamar mandi kostnya Mas Pepi. :p
Cuma itu? Ada lagi...
Kejadiannya di rumah ini. Suatu malam, Mas Yopie lembur, tapi saya memutuskan untuk tidur. Beberapa waktu kemudian, saya belum sepenuhnya lelap, saya lihat Mas Yopie ke kamar. Dia cium Aga, lalu rebahan di samping saya. Biasanya dia bawa HP untuk sekedar balas WA, tapi kali itu tidak. Menyadari yang di samping saya itu Mas Yopie, saya peluk dong... Ihiiiirrr.. Tapi lalu saya berbalik untuk melanjutkan tidur.
Beberapa waktu kemudian, Mas Yopie masuk lagi, kali ini sambil gelar kasur. Iya, setelah beranak dua, Mas Yopie harus mengalah untuk tidur di bawah. Saya pun bertanya, "Lha Papa balik ke depannya lagi kapan? Koq Arin ngga terasa?"
"Maksudnya? Lha Papa aja baru masuk koq." kata Mas Yopie.
"Enggak lho, maksud Arin tadi kan Papa masuk kamar to.. Cium Aga trus tidur disini (saya menunjuk kasur). Nah, habis itu Papa ke depan laginya kapan? Koq Arin ngga terasa?"
"Lha Papa aja baru masuk ini lho... Dari tadi Papa di depan komputer."
"Terus yang tak peluk tadi siapa? Lha wong Papa masuk kesini, trus nyium Aga, trus tidur di samping Arin, trus tak peluk. Papa jangan becanda gitu ah!"
"Siapa yang becanda? Papa ini beneran baru masuk!"
Tapi ekspresi Mas Yopie memang kayak serius gitu deh. Besok-besoknya juga dia nggak bahas hal ini tuh, maksudnya nggak bahas ini dalam becandaan. Berarti beneran bukan dia yang tak peluk. Lalu siapa dong yang tak peluk itu? :o