Sejak beberapa bulan lalu, saya mulai menjalankan bisnis di bidang kuliner. Memang, posisi saya disini hanya sebagai agen, bukan produsen. Produk yang saya jual ini termasuk memiliki banyak penggemar. Cilok, Siomay dan Puding Susu, siapa yang tidak suka? Makanya, ketika ada kesempatan menjadi agen, saya langsung mengambilnya. Apalagi kebijakan supplier dengan membuat aturan bahwa 1 kota hanya boleh diisi dengan 1 agen memang cukup menguntungkan.
cilok yang sudah direbus dan yang masih dalam packaging, juga beberapa botol puding susu yang siap dikonsumsi |
Saya menjalani bisnis ini bukan tanpa kendala. Bukan, kendalanya bukan pada produknya, namun pada sistem pengirimannya.
Cilok dan Siomay yang saya jual, insya Allah tahan setidaknya 3 hari di perjalanan. Produk frozen food ini sudah teruji. Alhamdulillah, selama ini belum ada pelanggan yang komplain atau mengabarkan bahwa produk ini diterima dalam keadaan basi. Untuk informasi, saya pernah mengirim Cilok dan Siomay hingga ke Madiun, Salatiga, Purworejo, Purwodadi, Semarang, bahkan Madura.
Dan untuk puding susu, sedari awal berpromosi memang sudah saya jelaskan bahwa puding susu ini hanya dijual di Solo. Meskipun banyak permintaan dari luar kota seperti Jogja dan Purworejo, namun saya belum berani memenuhinya, karena memang puding ini hanya bisa tahan sehari di suhu ruang.
Lalu?
Nah, ini dia masalahnya. Jika konsumen datang dari luar kota, biasanya mereka sudah siap dengan biaya pengiriman yang harus dibayarkan. Karena penasaran dan ketagihan dengan rasanya, mereka tidak masalah mengeluarkan biaya tambahan untuk ongkos kirim. Akan tetapi jika pembeli datang dari dalam kota, biasanya mereka lebih perhitungan. "Masa' sama-sama di Solo mesti bayar segitu untuk ongkos kirimnya saja?" seperti itu. Apalagi, jika dikirim dengan jasa ekspedisi, ongkos kirim dihitung per kilogram, makin mahal lagi jadinya.
Awalnya saya sempat bingung. Sempat terpikir untuk mengantarnya sendiri ke rumah para pembeli, namun sebagai pendatang, saya tidak terlalu paham dengan daerah-daerah di luar Solo. Solo Raya itu luas, meliputi; Karanganyar, Boyolali, hingga Sukoharjo. Ditambah lagi dengan kondisi saya sebagai ibu dari dua balita, hal ini menjadi pertimbangan lain. Saya tidak mungkin (lebih tepatnya tidak tega), untuk meninggalkan anak-anak di rumah. Membawa mereka berkeliling pun bukan ide yang bagus juga.
Terkadang saya memberi solusi pada calon pembeli, bagaimana jika kami bertemu di tengah-tengah, supaya sama-sama enak. Ada yang menyanggupi, akan tetapi ada juga yang mengurungkan niat untuk membeli karena urusan ini.
Ini salah satunya.
Saya sempat berpikir lama sekali. Hingga suatu hari, saat seseorang datang ke rumah, saya menawarinya untuk menjadi kurir. Seseorang itu, Geget namanya. Setidaknya sebulan sekali, dia memang selalu silaturrahmi ke rumah kami. Saya ingat dia pernah bercerita bahwa sebelum dia bekerja di kantornya yang sekarang, dia adalah seorang kurir lepas. Pucuk dicinta ulam tiba, ia pun bersedia. :)
Geget saat bersiap mengantar pesanan. Tetap profesional meski diguyur hujan. |
Alhamdulillah, sekarang, untuk jasa pengiriman di sekitar Solo Raya, saya menyerahkan urusan ini padanya. Hubungan bisnis kami ini seperti simbiosis mutualisme. Keuntungan-keuntungan yang saya dapat dengan memberdayakan Geget, antara lain:
1. Bisnis saya lancar.
2. Pembeli senang karena barang lebih cepat diterima. Jika menggunakan jasa ekspedisi, biasanya barang baru akan dikirim keesokan harinya.
3. Ongkos pengiriman lebih murah karena tidak tergantung berat barang. Ini membawa keuntungan lain, yaitu, pelanggan menjadi tidak ragu untuk membeli lebih banyak lagi.
4. Sebagai kurir, Geget pun mendapat penghasilan tambahan. Ini membawa kebahagiaan tersendiri karena saya bisa membuka jalan rezeki untuk orang lain.
testimoni konsumen yang puas dengan produk dan pelayanan kami |
Alhamdulillah, karena kesediaan Geget, bisnis saya sudah menemukan celah untuk berkembang. Untuk selanjutnya, saya punya mimpi. Saya ingin membeli kendaraan untuk sarana mengantar pesanan karena selama ini Geget menggunakan sepeda motornya sendiri.
Namun untuk saat ini, kondisi keuangan saya belum memungkinkan untuk membeli sepeda motor baru. Saya pun mulai berpikir untuk menyisihkan sebagian keuntungan dari penjualan cilok, siomay dan puding.
Begitu tahu bahwa BTPN menyediakan halaman http://menabunguntukmemberdayakan.com/ , saya pun membuka dan mencoba simulasi ini, untuk mengira-ira sambil merencanakan jalan untuk membangun mimpi saya.
Namun untuk saat ini, kondisi keuangan saya belum memungkinkan untuk membeli sepeda motor baru. Saya pun mulai berpikir untuk menyisihkan sebagian keuntungan dari penjualan cilok, siomay dan puding.
Mungkin ada yang bertanya, "Mengapa saya tidak membeli sepeda motor dengan cara kredit? Bukankah sama saja?" Nah, untuk ini saya mempunyai pertimbangan sendiri. Salah satunya karena saya tidak mempunyai cukup uang untuk membayar uang muka.
"Sekarang dengan Rp 500.000,- saja sudah bisa membawa pulang sepeda motor lho...", mungkin ada yang berkata begitu. Jawaban saya, "Iya, tapi cicilannya akan lebih besar juga." :)
Maka dari itu, saya memilih menabung saja.
Begitu tahu bahwa BTPN menyediakan halaman http://menabunguntukmemberdayakan.com/ , saya pun membuka dan mencoba simulasi ini, untuk mengira-ira sambil merencanakan jalan untuk membangun mimpi saya.
Setelah link saya buka, muncul halaman di atas. Saya kemudian meng-klik "Mulai Simulasi", lalu muncullah halaman berikut ini,
Saya pun memilih "connect facebook to start" dan setelah itu kita dikoneksikan dengan akun facebook kita.
Setelah muncul halaman berikutnya, saya mulai menimbang-nimbang. Berapa sebaiknya jumlah yang ditabung dan berapa lama?
Saya memutuskan untuk menggeser anak panah ke nominal paling rendah, yaitu Rp 500.000,- dan di kolom bawahnya, anak panah saya geser ke jangka waktu 2,5 tahun.
Mengapa?
Alasannya, Rp 500.000,- adalah nominal yang umum dikeluarkan setiap bulannya untuk membeli sepeda motor dengan cara kredit. Dan 2,5 tahun adalah jangka waktu yang umumnya diambil untuk melunasi sepeda motor.
Setelah itu, saya pun meng-klik kolom "Lihat Hasil Simulasi" dan keluar halaman ini
Wah, jadi semakin jelas. Tanpa harus susah-susah menghitung, tinggal klak-klik, hasil bisa kita lihat secara langsung.
Dengan menabung di BTPN sebesar Rp 500.000,- tiap bulannya selama 2,5 tahun, tabungan yang terkumpul adalah Rp 15.981.759. Terbukti ya kalau suku bunganya kompetitif? Dan saya rasa dengan nominal ini sudah cukup untuk membeli sepeda motor baru.
Semoga ke depannya bisnis saya semakin lancar, semakin banyak yang bisa saya sisihkan untuk ditabung, sehingga saya bisa memberdayakan lebih banyak orang lagi. Aamiin. :)