Mengelola Air Limbah Rumah Tangga, Untuk Indonesia yang lebih Sehat

Sunday, August 31, 2014

"Kita bisa hidup tanpa emas dan minyak, namun tidak tanpa air bersih."

Air merupakan kebutuhan manusia yang paling utama. Berdasarkan laporan WHO, ada sekitar 748 juta masyarakat dunia masih kekurangan air bersih. "Sebanyak 90 persen di antaranya tinggal di daerah sub-sahara Afrika dan Asia. Masih banyak dari mereka yang belum menggunakan air minum yang baik dan bersih," kata WHO dan UNICEF dalam laporannya, seperti diberitakan oleh Mashable, Mei 2014. (1)

Juga berdasarkan perkiraan WHO dan UNICEF, sekitar 60 persen penduduk di kawasan pedesaan di Indonesia kekurangan akses terhadap sarana sanitasi yang pantas. Kegiatan mandi dan mencuci pakaian di sungai serta buang air besar di tempat terbuka membuat orang mudah terpapar penyakit, mengontaminasi air tanah dan permukaan, dan menurunkan kualitas tanah dan tempat tinggal. Sedangkan berdasarkan peringkatnya,Indonesia merupakan negara dengan sistem sanitasi ( pengelolaan air limbah domestic ) terburuk ketiga di Asia Tenggara setelah Laos dan Myanmar ( ANTARA News, 2006 ). Menurut data Status Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2002, tidak kurang dari 400.000 m3 / hari limbah rumah tangga dibuang langsung ke sungai dan tanah, tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu (2).

sumber : http://www.solopos.com/2014/08/30/pencemaran-air-waduh-semua-sungai-di-solo-tercemar-531446
Pencemaran air juga terjadi dibeberapa tempat di Indonesia, mulai dari lingkup kecil seperti selokan, sungai, hingga perairan yang lebih luas semacam laut. Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup terhadap indeks kualitas air sungai, menunjukkan kecenderungan peningkatan pencemaran hingga 30 persen. Kecenderungan meningkatnya pencemaran air sungai tersebut merupakan akibat dari banyaknya kegiatan yang membebani media air sungai, dan semakin padatnya pemukiman penduduk tanpa fasilitas sanitasi dan pengolahan limbah rumah tangga yang baik (3).


Pengolahan Greywater skala Rumah Tangga

Pernahkah kita menanyakan sebuah pertanyaan kecil, dari mana air yang kita gunakan didapat? Atau sudah baikkah sistem sanitasi rumah kita? Pertanyaan tersebut merupakan sebuah kesadaran untuk kita bahwa limbah rumah tangga adalah salah satu penyumbang pencemaran air di lingkungan tempat tinggal. Limbah rumah tangga biasanya terbagi jadi 2 jenis. Pertama adalah greywater, biasanya berupa air sabun/detergen atau air lemak bekas cucian dan yang kedua adalah blackwater, yang berupa kotoran atau feses. 

Untuk pengolahan blackwater masyarakat di Indonesia biasa menggunakan septiktank. Namun untuk air greywater biasanya langsung dibuang melalui selokan, sungai ataupun saluran-saluran terdekat rumah kita. Tanpa kita sadari greywater yang mengandung detergen, lemak makanan, dan bahan-bahan lainnya sangat berpotensi mencemari habitat air dibawahnya, seperti ikan dan juga menyebabkan sumber penyakit seperti kolera dan disentri.

Salah satu cara pengolahan greywater sederhana adalah membuat bak filter organik di rumah kita. Caranya menyalurkan air bekas cucian dan mandi menuju bak-bak filter yang disusun bertahap. khusus untuk bekas cucian piring gelas terlebih dahulu masuk ke bak penangkap lemak. Bak filter tersebut dapat kita isi pasir, tanah dan tanaman penyaring air, seperti Enceng gondok, Kiambang dan Kangkung. 

Konsep Sistem Penyaring Air Detergen
Khusus Kiambang dan Kangkung, berdasarkan hasil penelitian, memiliki potensi untuk menjernihkan air limbah rumah tangga secara alami, namun air tersebut masih belum aman di konsumsi secara langsung. Selain itu, dengan Kiambang dan Kangkung, bau yang tidak sedap bisa berkurang, sehingga mengurangi polusi air sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk dan bakteri penular penyakit. Untuk tanaman kangkung memiliki kemampuan lebih cepat dalam menjernihkan air limbah rumah tangga dari pada tanaman kiambang (4). Artinya, dengan menggunakan Kangkung bisa menghasilkan dua manfaat sekaligus, pertama sebagai media filter dan sayuran yang bisa dikonsumsi. Sedangkan selain berfungsi sebagai penyaring, Kiambang dapat juga dimanfaatkan sebagai pakan ikan.

 Sistem penyaringan greywater di Ocean of Life, Watukodok, Gunungkidul
Air hasil penyaringan greywater dapat dikumpulkan di sebuah bak yang bisa digunakan untuk menyiram tanaman atau mencuci kendaraan. Di beberapa negara maju, grey water yang telah difilter biasanya dipompa lagi ke sebuah tangki khusus yang kemudian digunakan untuk tangki flush (menyiram) closet.

Dengan memulai pengolahan greywater tersebut hasil buangan air limbah rumah tangga akan sangat aman bagi kehidupan ekosistem air pada tahapan siklus selanjutnya. Harapannya rumah sebagai lingkungan skala kecil kita, bisa memberi dampak awal yang positif terhadap konservasi air secara global dan juga bisa meciptakan peran air untuk kehidupan Indonesia yang lebih sehat.



Sumber Referensi :
1. Cina Krisis Air Bersih , Tempo.co , 12 Mei 2014
http://www.tempo.co/read/news/2014/05/12/118577113/Cina-Krisis-Air-Bersih
2. Proses dan Cara Pengolahan Limbah Rumah Tangga (Sanitasi) #shareiteveryday, Industrial Engineering. 13 November 2013
http://arykuss13024.blog.teknikindustri.ft.mercubuana.ac.id/?p=27
3. Pencemaran Sungai di Indonesia Meningkat 30 Persen, Kompas.com, 5 April 2012 
http://nasional.kompas.com/read/2012/04/05/23313147/Pencemaran.Sungai.di.Indonesia.Meningkat.30.Persen
4. Tanaman Penyaring dan Penjernih Air Secara Alami , 27 Juni 2013
http://klinikpengobatanalami.wordpress.com/2013/06/27/tanaman-penyaring-dan-penjernih-air-secara-alami/
Read More

Marshanda (lagi) --> Foto-Foto Kebahagiaan Marshanda yang Bikin Iri

Wednesday, August 27, 2014

Haduh, saya memang suka sama artis yang ini, jadi maaf ya kalau nulis tentang dia lagi.

Berawal dari nonton Just Alvin dalam sesi wawancaranya dengan mantan suami Marshanda, Ben Kasyafani, saya langsung ingin mengulik kembali tentang Chacha. Jangan ada yang bilang, "Siapa elu? Kenal gitu ama Chacha?" gitu yaa... Hehe, lha wong jangankan saudaraan, berteman aja enggak. Jangankan kenal, bertatap muka aja belum pernah, apalagi ngobrol. 

Balik ke Ben. Adudu, si Ben ini bikin saya nangis bombay di kamar. Untung Amay udah bobo, jadi nggak tau kalau emaknya mewek, hiks hiks.. Ketika ditanya Alvin, adakah pesan yang ingin disampaikan untuk Chacha, Ben menjawab kurang lebih begini, "Pulang Cha. Pulang lah, pulang. Pulang ke aku, ke anak kita. Kita hidupkan lagi lah, hal-hal indah yang pernah terjadi di antara kita dari pertama ketemu sampe selama ini." Huwaaaa...siapa yang nggak sedih coba?

Dan terus terang, setelah menonton Just Alvin itu, foto-foto Marshanda dengan Ben juga Sienna yang pernah dia upload melalui fan pagenya di facebook, langsung terbayang-bayang. Duh Cha, koq bisa sih? Padahal kamu tuh selalu bikin perempuan-perempuan lain merasa iri. Udah cantik, kaya, artis pula, punya suami yang juga sayang, sholih, ganteng, keluarganya kelihatan harmonis dan saling dukung kegiatan masing-masing, punya anak yang juga nyaris sempurna..apa lagi coba yang kurang?

Dan inilah sebagian foto Marshanda yang bikin saya pribadi merasa iri. Semoga Marshanda dan keluarganya bisa kembali bahagia seperti dulu kala yaa..aamiin... Semua foto saya ambil dari fan page Marshanda di facebook, https://www.facebook.com/media/set/?set=a.10151778056358335.1073741827.15867768334&type=3

The world is preparing you for Greatness
Your beautiful crystal clear heart will surf through the tide of life.

Well its not gonna be easy...

Photoshoot cover majalah "Mom, Dad, and I" tadi pagi  

Happy 1 year old my baby @siennakasyafani makasih ya udh jengukin ibu di RS

Read More

Perjalanan ke Gunung Prau - Bagian 1

Sunday, August 24, 2014

Kali ini, suami saya berperan sebagai kontributor di blog ini, ingin menceritakan pengalamannya ketika mendaki puncak Gunung Prau, Dieng awal Agustus lalu. Semoga bermanfaat. :)

Persiapan Perjalanan, Om Pii dan Patak Banteng
Halo saya Yopie, suami pemilik blog ini. Bekerja di bidang kreatif bagi saya sangat membutuhkan rehat yang sangat optimal. Rutinitas harian saya di dalam studio sekitar 8 jam. Berhadapan dengan  komputer dan aktivitas internet mengharuskan otak saya rehat terhadap kegiatan digital untuk dapat berfikir segar dalam mendapatkan ide segar. Kebetulan sekali kebijakan studio sangat akomodatif akan hal itu. Libur lebaran kemarin setidaknya saya punya jatah libur sekitar 2 minggu. Saya coba optimalkan liburan itu dengan baik, satu minggu untuk mudik berkumpul keluarga, seminggu berikutnya akan saya gunakan untuk digital detox (istilah yang saya pakai) setidaknya selama 3 hari agar lebih fresh.

Trekking - Hiking adalah salah satu cara yang saya pakai untuk mengisi libur di minggu ke 2 ini, tujuannya adalah Gunung Prau, Dieng. Alasan saya ke Gunung Prau, Dieng adalah jarak tempuh pendakian yang tidak terlalu jauh dari pos yang katanya hanya sekitar 3 jam saja. Juga tentunya biaya perjalanannya yang cukup murah, maklum selesai Libur lebaran di minggu pertama kini THR saya sudah ada ekstraknya :)

Kali ini saya ditemani Apip,  rekan saya di studio. Sebenarnya Apip yang sangat semangat mengajak ke Gunung Prau, semangat membara untuk 'mengangkat ransel' pasca menonton film 5 cm. Motivasi saya sendiri hanya sekedar menenangkan diri sebelum kembali bekerja di 11 Agustus nanti. Play hard, work hard, prinsip keseimbangan hidup =)
Persiapan menuju ke Gunung Prau sudah kami lakukan. Setidaknya untuk menuju ke sana  saya membawa:
  • Carrier
  • Sleeping Bag
  • Jas Hujan 
  • Jaket gunung anti air+angin
  • Pakaian ganti + sarung tangan + kaos kaki
  • Makanan berkalori tinggi (coklat + biskuit) + minuman dengan Jerigen 2,5 liter
  • Sepatu Trekking + Sandal Gunung 
  • Kompor Portabel
Foto Barang Bawaannya Apip
Menuju Gunung Prau, Dieng saya rencanakan berangkat dari Purworejo, kebetulan saya sendiri masih mudik di kampung mertua di Purworejo.  Apip pun menyusul saya dari Solo. Sebagai traveler saya lebih senang menggunakan angkutan umum, tujuannya  agar bisa cair dengan suasana masyarakat. Di perjalanan bisa ngobrol dengan penumpang lain, kenek, atau supirnya, meski waktunya relatif lebih lama, tapi menurut saya lebih santai.  Perjalanan dari Purworejo menuju Dieng setidaknya ada 2 kali ganti angkutan. Pertama Purworejo-Wonosobo menggunakan Mini Bus, kemudian dari Wonosobo-Dieng juga menggunakan media yang sama.

Sebelum Berangka Photo Dulu... Kata Apip
Kami berangkat dari Purworejo pukul 09.00 melalui terminal bayangan di Brengkelan (atau jalan MTS). Tempat mini bus jurusan Magelang dan Wonosobo 'ngetem' menunggu penumpang. Beruntung kami dapat tempat duduk di belakang supir, posisi ini dipilih agar kami tidak mabuk darat karena perjalanan menuju wonosobo medannya sangat berkelok-kelok. Setelah menunggu penumpang selama 30 menit, pukul 09.30 mini bus berangkat menuju Wonosobo via Maron-Sapuran-Kretek-Wonosobo. Kuatir mabuk karena medan jalan yang berkelok-kelok, Apip memutuskkan untuk tidur sepanjang perjalanan sampai Sapuran.

Peta Google. Perjalanan dari Purworejo ke Dieng
Pukul 11.30 minibus yang kami tumpangi sudah memasuki pusat kota Wonosobo. Relatif lancar perjalanannya, pak Sopir pun menanyakan kami turun dimana. "di stasiun lama ya pak" jawab saya, stasiun lama adalah tempat minibus jurusan Dieng mangkal menunggu penumpang. Namun pak Sopir menyarankan saya turun di daerah Kauman saja, kalau menunggu di daerah stasiun akan lama karena minibus jurusan Dieng biasanya menunggu penumpang terlebih dahulu. Betul saja, sesampai daerah Kauman sudah ada bus jurusan Dieng yang menunggu. Setelah berganti bus dan memindahkan carier ke bagasi, 3 menit kemudian minibus jurusan Dieng pun berangkat. Tujuan kami selanjutnya adalah desa Patak Banteng, tempat basecamp pendakian gunung Prau. 

Perjalanan yang cukup menarik menuju Patak Banteng adalah ketika melewati desa Tieng. Pastikan ambil posisi duduk di sisi kanan jendela, karena kita akan disuguhkan pemandangan yang sangat menarik. Jalan yang berkelak kelok, juga melewati jalan yang berada di badan bukit Tieng  sehingga kita bisa melihat pemandangan luas Wonosobo dari atas bus. 

Foto Perjalanan dalam minibus, Purworejo-Wonosobo-Dieng
Selfie dulu biar nggak mabok darat :)
Setelah melewati Tieng, pukul 13.15 akhirnya sampai juga di desa Patak Banteng, kebetulan saya sudah buat janji dengan kenalan saya yang juga 'sesepuh' basecamp gunung Prau, namanya om Pii. Selain berprofesi sebagai staff di Balai Kehutanan dan seorang guide lokal, kebetulan Om Pii memiliki usaha menyewakan beberapa peralatan camping untuk para pendaki, seperti Tenda, Sleeping Bag, Matras, Senter dll. Maklum agar perjalanan tidak ribet, saya dan Apip menyewa tenda dari Om Pii, untuk tenda dome kecil dobel layer harganya cukup terjangkau.

Setelah masuk ke ruang basecamp Patak Banteng ternyata saya tidak sendiri, banyak para pendaki yang barusan turun maupun akan naik. Suasanya cukup penuh, ada sekitar 30 orang saat itu. Saya pun langsung menuju ke bagian pendaftaran Gunung Prau, biaya pendaftarannya  sebesar Rp. 4000,- untuk 1 orang. "Tiketnya tolong disimpan ya mas, kalau ada apa-apa saat mendaki ada nomor telepon kami di balik tiketnya" kata petugasnya. Saya pun mengiyakan sambil bertanya "Dimana om Pii?". " ada mas, sebentar lagi kesini kok". Tidak berselang lama Om Pii pun datang, "Hai Pie (Yopie), apa kabar? ini tendanya" katanya dengan gaya yang akrab. Kami pun meminta percobaan pasang tendanya, Om Pii membawa kami ke ruang gedung pertemuan desa Patak Banteng. Di ruang tersebut Om Pii memjelaskan cara mendirikan tenda yang akan kita sewa. Sekitar 5 menit tenda sudah berdiri, kami  mencoba membongkarnya kembali. 
Foto di dalam Basecamp Patak Banteng.
Gara-gara suasana cukup ramai dalam basecamp, Foto om Pii  (jaket biru) ngeblur :p 
Setelah urusan tenda beres, kamipun keluar dari ruang basecamp untuk mencari makan siang di warung persis di depan basecamp. Sebelum mendaki sangat penting untuk tidak membiarkan perut kosong, kami isi dengan makanan penuh kalori, yaitu Nasi dan Telur.  Harga makan siangnya cukup terjangkau nasi Rames lauk Telur, teh hangat dan tempe kemul khas Wonosobo cukup membayar Rp 10.000,- saja. Kami pun sempat ngobrol dengan beberapa pendaki makan siang sebelum bersiap naik.
Carrier kami dan Tenda Sewaan yang berwarna Orange.
Tiket pendakaian Gunung Prau, dikelola oleh masyarakat Patak Banteng dan Perum Perhutani.
Setelah makan siang selesai, saya dan Apip mencari mushola untuk Sholat dhuhur+ashar dan tentunya persiapan berangkat. Selesai sholat, kami melakukan persiapan seperti pemanasan kaki dan mengganti sandal yang kami pakai dengan sepatu Trekking. Dan Pukul 15.00, kamipun berangkat menuju pendakian Gunung Prau. 
Warung di depan basecamp Patak Banteng, Gunung Prau terlihat dari sini
Suasana masyarakat desa Patak Banteng, sambil menunggu waktu Ashar mereka berjemur.
Kebetulan dalam minggu ini matahari cukup cerah disekitaran Dieng
Bersambung..


Catatan Kaki dan Tips
  • Dalam perjalanan Purworejo-Wonosobo-Dieng, Supir dan kernet minibus sangat mungkin meng-oper penumpang ke bus lain kalau penumpang dalam busnya sedikit. jadi siap2 berpindah bus dadakan.  
  • Packing sedemikian rupa barang bawaan kita, setidaknya semua barang bisa masuk dalam 1 tas carrier. Jangan terlalu banyak menenteng barang, tujuannya agar kita tidak ribet dalam perjalanan. 
  • Untuk menyewa peralatan camping di gunung Prau, berikut nomor Om Pii yang bisa dihubungi 085228283428


Read More

Jahe untuk Cegah Stretch Mark

Saturday, August 16, 2014

Ada yang sedang hamil? Hati-hati dengan stretch mark ya. Tapi jangan khawatir, stretch mark bisa dicegah koq.

Mungkin, stretch mark adalah musuh bagi kaum wanita, terutama bagi yang sudah menjadi ibu. Iya, karena stretch mark biasa disebabkan oleh kehamilan. Stretch mark terjadi karena peregangan pada kulit, salah satunya pada saat hamil.

Nah, tentang pencegahan stretch mark secara alami, cara ini patut dicoba. 

via okefood.com

Pasti tahu dong gambar di atas? Iya, itu adalah jahe. Jahe adalah tanaman subtropis berupa akar yang menonjol (atau menggembung), dan sering dijadikan sebagai bumbu masakan. Jahe juga kaya manfaat, misalnya sebagai obat anti mabuk di perjalanan, untuk menghangatkan badan, bahkan jahe juga memainkan peran penting dalam menjaga otak agar terhindar dari stress. 

Satu lagi manfaat jahe yang belum banyak diketahui, ternyata jahe juga bermanfaat untuk mencegah stretch mark. Caranya mudah. Ambil seruas jahe, bersihkan lalu parut. Usapkan parutan jahe tadi pada perut, ratakan. Lakukan setidaknya dua kali selama kehamilan.

Memang, beauty is pain. Untuk bisa tampil cantik, ada harga yang harus dibayar. Jangan kaget bila saat melakukan hal ini, perut terasa panas hingga memerah, dan disertai gatal-gatal. Tapi itu hanya sementara koq. Beberapa menit kemudian, setelah efeknya menghilang, rasa panas dan gatal juga akan hilang. Tapi lebih baik mencegah daripada mengobati, bukan? Karena jika stretch mark sudah terlanjur menghiasi perut kita, untuk menghilangkannya kita harus mengeluarkan kocek yang lumayan dalam, hingga beratus bahkan beribu kali lipat. Pilih mana hayo? :D

Oke, ibu hamil selamat mencoba. Semoga bermanfaat yaa..


Read More

Ide Undangan Unik untuk Pernikahan atau Khitanan

Thursday, August 14, 2014

Ketika lebaran di rumah mertua beberapa hari yang lalu, saya dan keluarga suami bersilaturrahmi ke beberapa saudara. Di salah satu rumah, saya menemukan sebuah benda. Saya terheran-heran melihatnya. "Wah, ada aja ya idenya?" ucap saya. Benda apakah itu?


Iya, itu adalah sebuah korek api yang ditempeli undangan khitanan. Sebuah ide yang kreatif bukan? Mengingat korek api adalah benda yang sering dipakai, misalnya untuk menyalakan rokok atau kompor, mungkin si pengirim undangan menggunakan korek api dengan tujuan agar setiap digunakan bisa terlihat, dan agar yang diundang selalu ingat untuk menghadiri acaranya.

Saya pernah mendapatkan undangan yang berupa kalender dan juga kipas. Saya pikir undangan-undangan seperti ini efektif dan bermanfaat, karena biasanya, mau seharga berapapun sebuah undangan, jatuhnya ke tempat sampah juga. Lebih miris lagi, kalau di undangan tersebut ada foto pre-wedding sang calon pengantin. Udah mahal-mahal nyetaknya, dibuang-buang juga 'kan? :p

Jadi, untuk yang belum menikah dan sedang mencari ide undangan untuk pernikahannya, yuk buat undangan yang bisa bertahan "lebih" lama... :)



Read More

Ada Apa dengan Marshanda?

Wednesday, August 13, 2014

Marshanda memang sedang menjadi sorotan beberapa bulan terakhir. Bermula dari gugatan cerainya pada sang suami, Ben Kasyafani, ia membuat publik ternganga tak percaya. Rumah tangga yang terkesan harmonis dan romantis selama ini, ternyata berujung perpisahan. Kemudian perebutan hak asuh anak antara keduanya juga menjadi perbincangan, hingga yang paling menghebohkan adalah keputusan Marshanda untuk melepas hijab. Belum hilang kekecewaan para fans, walaupun semua itu merupakan hak asasinya untuk membuka atau menutup aurat, publik kembali dikejutkan dengan berita pemasungan yang dilakukan oleh ibunya sendiri.

cantik banget kan ya?


Awalnya saya kurang tertarik mengikuti perkembangan beritanya. Saya juga mengetahui ini semua dari berita yang disebarkan teman-teman facebook, bukan dari infotainment. Namun kasus terakhir menggelitik naluri saya, ada apa sebenarnya dengan Chacha, begitu Marshanda biasa disapa. Saya pun iseng membuka situs youtube, mencari sesi wawancaranya bersama Alvin Adam dalam Just Alvin.



Dari wawancara itu, saya mencoba melihat permasalahan ini dari sisi Chacha, setelah selama ini saya melihat semua dari sisi saya sendiri. Saya cukup terkejut ketika ia menceritakan tentang ibundanya yang selama ini menjadi managernya. No, bukan soal manajemen keuangan yang memang menjadi pokok persoalan antara Chacha dengan sang ibu. Saya justru mulai mengernyitkan dahi dan tak henti bertanya-tanya pada diri sendiri, ketika Chacha bercerita bahwa ketika dia sakit dan meminta perhatian lebih pada sang ibu untuk memeluk dan mengelus-elus punggungnya, sang ibu menolak sembari menangis dan berkata bahwa beliau sudah cukup tua, lalu kenapa Chacha tega memintanya untuk selalu terjaga dan kehilangan waktu tidur?



Oh ibu, apa kasihmu masih tak terhingga sepanjang masa? Apa kasihmu masih seperti mentari, yang hanya memberi dan tak harap kembali?









Oh, benarkah sampai seperti itu? Jika benar apa yang dikatakan Chacha dalam acara Just Alvin beberapa hari lalu, maka bagi saya sudah jelas bahwa rentetan peristiwa yang Chacha alami adalah hasil dari pola asuh yang diterapkan sang ibu. Ini memang belum bisa dikatakan sebagai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), wong cuma menolak diminta mengelus punggung. Tapi dari satu hal ini saja, saya koq percaya dengan curhatan Chacha yang sering mengatakan bahwa ia butuh didengar, butuh disayang. See? Happiness has nothing to do with money, beauty, and even popularity.



Kemarin-kemarin, saya hanya berkesimpulan, "Oh, dahsyat sekali ya pengaruh perceraian orang tua terhadap anak-anaknya?" 

Tapi setelah menyaksikan wawancara itu, saya jadi lebih banyak bertanya pada diri sendiri. Apa ya yang menyebabkan kedua orang tua Chacha bercerai? Apakah karena sikap masa bodoh sang ibu terhadap suaminya? Kalau benar masa bodoh, hingga menyebabkan berkurangnya rasa hormat istri terhadap suami, apakah itu karena kekayaannya? Apakah sang ibu berpikir bahwa ia tidak membutuhkan laki-laki pendamping karena semua bisa dilakukannya asal punya uang? Dan ini berlanjut ke pertanyaan-pertanyaan lain. Mengapa sang ayah sampai begitu tega hingga enggan menemui anak-anaknya? Mengapa Chacha mesti mencari sendiri dimana ayahnya berada?



Saya mulai sedikit memahami apa yang Chacha rasakan selama ini. Iya, dia merasa kesepian dan haus kasih sayang di tengah limpahan kekayaan yang diberikan keluarganya. Meskipun begitu, saya yang pernah merasakan menjadi seorang anak, juga sudah merasakan menjadi seorang ibu, menyayangkan sikapnya yang mengumbar aib ibunya sendiri. 

Saya kemudian terngiang-ngiang sebuah nasihat mulia dari Uwak Muhammad ketika silaturrahmi lebaran yang lalu. "Meskipun ibumu membuangmu, kamu tidak punya hak sedikitpun untuk membalasnya. Kamu masih punya kewajiban penuh untuk menghormatinya."



Semoga Chacha bisa berdamai dengan masa lalunya. Karena setiap manusia diuji sesuai kesanggupannya masing-masing. Ada yang diuji dari sisi finansial, kesehatan, dan mungkin untuk Chacha adalah ujian dari keluarga. Tidak ada orang yang bisa disebut beriman, sebelum dia benar-benar diuji, bukan?
Read More

Resep Carang Gesing

Tuesday, July 22, 2014

Kemarin, saya membuat Carang Gesing, kudapan berbahan dasar pisang. Sejujurnya, saya baru tahu ada makanan bernama Carang Gesing. Akhirnya setelah saya buat dan saya rasakan sendiri, ternyata enak juga rasanya. Ini bisa dijadikan alternatif olahan pisang selain kolak, setup, atau pisang goreng. :)

Resep ini saya dapatkan dari blog Mbak Veronica Dhani. Resep asli saya modifikasi karena ada bahan yang kebetulan tidak tersedia di dapur saya, juga karena saya belum mempunyai timbangan. Jadi, semua serba kira-kira. :)

Caranya mudah koq, makanya saya mau mencobanya. Maklum, baru belajar masak, jadi saya menghindari resep yang ribet.

Bahan:
  • Pisang tentu saja. Di resep Mbak Vero, yang kita butuhkan sebanyak 500gr. (Saya menggunakan sesisir pisang kepok kuning, dikurangi 4 buah untuk dimakan langsung)
  • 300 ml santan dari 1/2 butir kelapa ditambah 10 lembar daun suji. (Karena disini susah mendapatkan daun suji, jadi saya skip deh. 300 ml santan, saya pakai kira-kira sebanyak dua gelas kecil)
  • 75 gr gula pasir. (Saya kira-kira sendiri, kurang lebih 3 1/2 sdm)
  • 1 butir telur ayam
  • Daun pandan secukupnya. (Saya menggantinya dengan pasta pandan, kurang lebih 1/2 sdm)
  • 1/2 sdt garam (Ini saya tambahkan sendiri, supaya ada rasa gurih. Di resep Mbak Vero, garam tidak digunakan)

Cara Membuat:
  • Campur santan, garam dan gula pasir, aduk-aduk.
  • Masukkan telur, aduk-aduk hingga kuning telur pecah.
  • Masukkan pasta pandan.
  • Susun pisang yang telah diiris tipis-tipis ke dalam loyang atau pinggan tahan panas.
  • Tuangkan santan tadi ke dalam loyang berisi pisang. Usahakan pisang terendam.
  • Kukus sampai matang. Bisa disajikan panas atau dingin.
Selamat Mencoba :)



Read More

Puisi untuk Amay

Saturday, July 12, 2014

Kemarin tiba-tiba Amay berpuisi. Karena saya sedang mencuci, saya kurang bisa mendengar dan mengingat dengan jelas kalimat-kalimat yang ia keluarkan secara spontan. Mungkin jika berjudul, puisi Amay berjudul "Pintu". Satu kalimat yang saya ingat betul, adalah
"Aku takut sama Pintu"
Kalau dilihat dari kalimat itu, mungkin dia teringat ketika dua sepupunya menakut-nakutinya dengan pintu yang tiba-tiba terbuka. Padahal, pintu itu terbuka oleh angin.

Amay mengenal puisi sejak saya membelikannya sebuah buku berjudul "Serpih Biskuit" terbitan Tiga Serangkai. Puisi favoritnya adalah "Gubuk Reyot". Jika bertemu buku itu, ia akan meminta saya membacakan puisi-puisi di dalamnya, dan Gubuk Reyot mendapat kesempatan pertama.

Sebenarnya, saya kurang pandai menulis dan membaca puisi. Jika teringat masa-masa sekolah dulu, saya lemah hampir dalam semua bidang. Ilmu-ilmu eksak, jangan tanya pada saya. Bahkan, menuangkan sesuatu dalam bentuk bahasa pun saya tak bisa dan tak biasa. Satu-satunya nilai 9 yang saya dapatkan dengan mudah adalah pelajaran Seni Musik. Bukan karena saya pandai memainkan alat musik, tetapi karena saya saat itu terpilih untuk bergabung dalam Paduan Suara sekolah. Soal suara, pas-pasan. Namun menyanyi adalah hobi.

Nah, karena menyadari bahwa Amay memiliki ketertarikan dengan puisi, saya ingin mengenalkan beberapa bait sederhana untuknya. Tentunya karena berbagai keterbatasan yang saya miliki dan telah saya sadari, saya hanya meniru puisi yang diajarkan kakak saya pada anak-anak didiknya di PAUD.

Tuhanku

Tuhanku hanya satu
Tidak ber-ayah, tidak ber-ibu
Pencipta alam semesta
Langit, bumi, dan seisinya
Aku bersujud kepada-Nya





Read More