Zaman sekarang hidup makin dipermudah.
Salah satu hasil dari kecanggihan otak manusia yang sangat membantu para ibu
adalah diciptakannya diaper atau popok sekali pakai. Produk ini mungkin
diciptakan sebagai solusi bagi para ibu yang mempunyai bayi dan sering
kehabisan popok kain. Mungkin juga, ide membuat diaper ini berawal dari
kesulitan ibu-ibu untuk membawa bayinya bepergian karena khawatir kerepotan
saat mereka buang air.
Saya termasuk bagian dari ibu
yang diuntungkan dengan adanya produk ini. Sebagai stay at home mom yang mengerjakan semua sendiri tanpa Asisten Rumah
Tangga (ART), tentu repot sekali apabila menghadapi cucian yang menumpuk.
Bahkan ketika musim hujan, bayi lebih sering buang air karena cuaca yang
dingin. Saya pun memilih memakaikan diaper pada bayi saya baik siang maupun
malam supaya saya bisa istirahat dengan cukup, karena mengurus bayi memang
membutuhkan energi yang besar.
Nah, biasanya, saking sudah
merasa nyaman dengan kondisi tidak terlalu repot ini, para ibu jadi
ketergantungan. Saya pun begitu. Sampai suatu hari di usia Amay (putra sulung
saya) yang ke dua, saya tersadar untuk mulai menerapkan toilet training.
Berawal dari keinginan Amay
sendiri untuk lepas dari diaper, mungkin karena dia sudah merasa risih dengan
celana tebalnya, saya pun mulai mengajarinya untuk buang air di tempatnya. Di
usia ini, karena ia sudah bisa bicara, prosesnya menjadi lebih mudah. Pertama,
saya memintanya untuk melapor pada saya jika ingin buang air. Setelah dia mulai
terbiasa melapor, saya memberi satu perintah lebih sulit, yaitu melepas celana
sendiri jika ingin buang air. Saya biasakan dia untuk buang air sebelum tidur
supaya tidak mengompol. Karena sudah terbiasa melapor juga, tengah malam pun
dia akan membangunkan saya jika ingin buang air.
Hari-hari pertama menerapkan
toilet training memang terasa sulit. Pernah terjadi, Amay buang air besar di
kamar karena perintah yang saya berikan kurang jelas. Saya hanya memintanya
melepas celana, tanpa ada embel-embel langsung ke kamar mandi atau lapor pada
saya. Tapi saya belajar dari kesalahan itu. Berarti, selanjutnya perintah yang
saya berikan harus jelas.
Sering terjadi, kita para ibu lah
yang belum siap mengajarkan mereka. Padahal, dari pengalaman saya sendiri,
justru Amay yang mengajarkan saya untuk siap. Pernah suatu hari ketika akan
bepergian saya kembali memakaikannya diaper. Saya sendiri yang merasa khawatir
dan kurang percaya diri, takut kalau-kalau di jalan Amay mengompol. Namun
ternyata kekhawatiran saya sirna. Amay yang sudah terbiasa melapor pun bicara
pada kami ketika ingin buang air.