Ketika masih mengajar dulu, saya pernah mengikuti tes
psikologi yang diadakan oleh sekolah tempat saya mengajar, dan hasilnya adalah
bahwa saya termasuk orang yang suka sekali menoleh ke belakang. Tapi
beruntungnya, saya lebih suka mengingat-ingat kenangan indah daripada
kejadian-kejadian buruk di masa lalu. Mungkin karena masa kecil saya yang
memang amat sangat bahagia berada di tengah-tengah keluarga yang saling
menyayangi, juga keadaan ekonomi yang berkecukupan meski tak bisa dibilang
berlebihan, yang membuat saya senang memutar memori masa silam.
Kebiasaan menoleh ke belakang itu pun terbawa hingga dalam
hal memilih rumah impian. Saya yang lahir di penghujung tahun ’80-an,
mendambakan rumah bergaya ’80-an yang menjadi trend di masa itu. Rumah-rumah
bergaya ’80-an bisa kita lihat dalam film-film Warkop DKI, Kadir dan Doyok,
atau film-film karya Almarhum Benyamin S. Dengan kaca besar berbentuk persegi
di muka rumah, dengan lantai terasonya, dengan ruangan-ruangannya yang besar,
juga halamannya yang tak kalah luas, rumah bergaya tahun ’80-an benar-benar
membuat saya jatuh cinta. Entah mengapa, saya beranggapan bahwa jika saya berada di dalam rumah itu, maka suasana yang akan saya rasakan adalah suasana bahagia seperti puluhan tahun silam dimana saya tumbuh di masanya.
Ciri khas rumah bergaya tahun ’80-an adalah sirkulasi udaranya yang baik dan mencerminkan arsitektur tropis. Dibanding dengan rumah modern, rumah dengan gaya seperti ini cukup aman dari cuaca dan tampias hujan.
Satu lagi kelebihannya, jika dilihat dari lantainya yang khas yaitu lantai teraso,
adalah bahwa lantai ini terasa dingin karena tidak menyimpan panas seperti
halnya keramik. Makin menarik bukan? Apalagi untuk kita yang tinggal di
Indonesia dengan hawanya yang semakin hari semakin panas.
Rasanya damai sekali membayangkan ketika pagi dan sore hari
saya bisa duduk santai dengan suami menikmati secangkir teh sambil membaca
koran di teras depan. Dan sejauh mata memandang, hijau pepohonan, warna-warni
bebungaan, juga ranum buah-buahan yang tertanam di halaman menjadi sebuah
hiburan. Ah, indahnya.
Oya, biasanya rumah-rumah dengan gaya ini juga dipercantik
dengan tanaman yang populer di tahun itu, misalnya puring, paku atau suplir,
anggrek, kembang sepatu, dan lain-lain.
Saking besarnya keinginan saya memiliki rumah seperti itu,
pernah suatu kali air mata saya menetes tanpa izin ketika saya memasuki halaman
rumah seorang teman yang memiliki rumah bergaya sama. Huhu, nggak lebay ‘kan?
Meskipun suami saya meledek habis-habisan, saya tetap pada pendirian, pokoknya
saya jatuh cinta pada rumah ’80-an.
Namun memiliki rumah ideal seperti dalam khayalan tampaknya
belum bisa terwujud dalam waktu dekat, mengingat kebutuhan lahan yang luas
berbanding lurus dengan biaya yang harus dipersiapkan. Juga, lantai teraso yang
semakin susah ditemukan. Kalaupun ada yang memproduksinya, harganya sangat
mahal untuk ukuran kantong pribadi saya. Dari sebuah agen properti saya mendapatkan informasi bahwa kisaran harga pembuatan lantai teraso per meternya adalah antara Rp
200.000 – Rp 265.000. Lantai teraso juga memerlukan perawatan ekstra karena ia
mudah berlumut, dan ini tentu juga membutuhkan biaya yang tak sedikit, karena jasa
poles teraso saat ini berada di kisaran Rp 30.000 – Rp 45.000 untuk proses
ulang. Oya, untung ada Mimpi Properti, jadi perkembangan harga tiap harinya bisa dipantau.
Sebenarnya, rumah-rumah bergaya seperti ini masih sering
saya temui di Kota Solo, kota tempat saya tinggal kini. Bisa dibayangkan tidak,
ekspresi saya ketika lewat di depan rumah-rumah itu? :D
Saya hanya bisa berharap agar para pemilik rumah itu tidak bosan dengan model rumah mereka yang sekarang. Kalaupun bosan, semoga mereka tidak terburu-buru merenovasi rumah itu dan menggantinya dengan bangunan modern
misalnya. Yaa, siapa tahu nanti ada rezeki saya, sehingga rumah itu bisa
berpindah kepemilikan menjadi milik saya sepenuhnya. Jadi saya tidak perlu
repot membangun dari awal, hehe.. Mimpi boleh saja 'kan? Mumpung gratis dan tidak ada yang melarang. Dan kalau dana yang saya butuhkan sudah disediakan oleh Tuhan, Mimpi Properti akan saya jadikan rujukan untuk mewujudkan rumah yang saya idam-idamkan.
Rumah yg saya tempati berlantai teraso, sulit mencari jasa poles marmer sekarang. Sementara jika cairan berwarna tumpah, meresapnya cepat sekali. Tapi masih tetap sayang...dan miris kalau liat orang lain mengganti lantainya dengan ubin-ubin gaya sekarang. Semoga sukses ya,Mak...:)
ReplyDeleteaamiin terima kasih Mak...
Deletewah iya ya, sayang banget kalo diganti. padahal secara kualitas jauh lebih baik teraso loh..
wah enak juga ya teras berlantai teraso kayaknya, btw foto rumahnya kayak foto rumah murid lesku hihi.. good luck ya mbak lombanya, byw kalau menang hadiahnya diambil sendiri ya ke jakarta?
ReplyDeleteohyaa? fotoin Mba..xixixi... Aku suka terharu kalo lewat atau masuk ke rumah model2 begini..
Deletesoal hadiah, nggak tau deh..hehe
rumah idamanmu mirip dengan mimpiku soal rumah idaman, yakni berkonsep rumah lama. Aku suka rumah dengan jendela besar dan halaman luas. moga sukses ikutan lombanya ya Arin
ReplyDeleteaamiin mbaa... :)
DeleteSemoga tercapai ya mimpi punya rumah tahun 80 an. Buat para pemilik rumah model ini, ijinin aja kalo ada bumil mantengin rumah Anda...ssst lagi ngidam..
ReplyDeleteHihihi...Mba ety bisssaaa aja. Aamiiiinnn..smga bisa segera termiliki..:)
Deleteaaamiiin. semoga impiannya tercapai mbak.
ReplyDeletedulu saya tinggal di rumah berlantai teraso juga. tapi kata ibu bikin kaki pecah-pecah. wallahu a'lam deh.
rumah model 80-an itu paling asyik kalo tembok luarnya dikasih tempelan kerikil sebagiannya trus dicat hitam kerikilnya. terus diteras atau ruang tamunya ada suplirnya.
aaah...itu sih rumah saya dulu. cuma karena rumah itu milik negara, ya udah, pensiun ya pindah.
Saya suka dengan model rumah jadul. Memang terlihat adem. Sampe saya pun pernah menulis tentang rumah favorit saya di daerah jalan Menteng. Dari deretan rumah gedong, ada 1 rumah yang tetap kelihat jadul tanpa tingkat. Asri banget :)
ReplyDeletehalo, saya baru kesasar di blog ini. blognya bagus.
ReplyDeleteada yang tau nama arsitektur kayak gini namanya apa? saya sedang cari info seputar desain rumah jaman orba (mid 60s, 70s, 80s dan 90s) soalnya...
Blognya bagus.. 😊👍
ReplyDeleteSama.. saya juga pecinta rumah gaya 80an.. karena mungkin masa kecil kita sama.. masa2 swasembada pangan tahun 80an 😀
Betul, rumah tahun 80an memang begitu. Kaca depan lebar-lebar. Genting model kodok, ada lis plang terbuat dari beton di cor. Rata2 banyak talang airnya, dari seng. Lantai teraso (dahulu saya nungguin saat tukang gerinda teraso melakukan tugasnya. Diguyur air sambil digosok pakai mesin penggosok, lumpur putihnya bercipratan). Model atap umumnya limasan. Hingga saat ini masih saya tempati dan saya rawat. Anak ragil, dapat tinggalan rumah. Dan memang betul, sirkulasi udara bagus, di samping, belakang, depan masih ada lahan/pekarangan). Saya mampir di sini karena sedang nerenovasi rumah tsb. Hehehe..kuda2 atap/reng, usuk dimakan rayap. Saya perbaiko sendiri. Reng/usuk sy ganti, kuda2 saya bor ratusan lubang, saya isi oli bekas campur solar). Jaman saya kecil dulu bukan pusat kota, jalab bentae udah ketemu sawah, rawa, dan kebun2. Sekarang termasuk pusat kota. Dikepung gedung2, hotel, kantor. Akan sy tempati hingga tutup usia. Paling2 15-20 tahun yad waktunya tiba.
ReplyDelete