Ada
pepatah yang mengatakan, kita baru benar-benar merasa bahwa kita membutuhkan
seseorang apabila kita telah ditinggalkan. Seperti itulah yang saya rasakan
selama hampir lima tahun ini. Ibu pergi sebelum saya sempat membaktikan diri untuknya.
Rasa sesal ini belum juga terobati hingga kini. Kadang saya berandai-andai,
meskipun ini tak mungkin, jikalah bisa sang waktu mundur beberapa saat sebelum
kami berpisah, saya akan memanfaatkannya sebaik mungkin untuk membalas kasih
sayangnya.
Masih
terngiang semua kenangan tentang beliau. Bagaimana beliau merawat saya hingga
dewasa, menghibur saya saat terluka, menasehati saya ketika terlupa.
Beliau
adalah inspirasi untuk saya. Saya selalu ingat pengorbanannya untuk keluarga.
Beliau selalu bangun tidur sebelum pagi datang. Dan kami, anak-anaknya, sudah
bisa mencium bau sayur dan nasi hangat di meja makan ketika mata kami terbuka.
Tahukah? Cucian baju sudah siap untuk dijemur, walaupun ibu mencuci tanpa
bantuan mesin. Belum berhenti disitu, saya dimandikannya, digantikan baju, dan
disisirnya rambut saya. Ketika kami pergi ke sekolah, pekerjaan rumah yang lain
telah menantinya. Di tangannya, rumah selalu bersih dan rapi.
Tak
hanya itu, sifatnya yang pemurah menjadi teladan bagi saya. Ibu, selalu memuliakan
tamu. Bahkan, suatu hari seorang pemulung yang mencari kaleng bekas di belakang
rumah kami pun dipersilakannya masuk. Beliau menyediakan minuman dan makanan kecil
untuknya.
Ibu
adalah sosok yang multitalenta. Baju-baju saya, hampir semua adalah hasil karyanya.
Pita rambut pun begitu. Saya tak pernah pergi ke salon untuk memotong rambut,
karena ibu bisa melakukannya. Saya dipercantik dengan tangannya sendiri, dan
saya sangat bangga. Bukan itu saja, Ibu juga pandai memasak. Tak jarang,
tetangga yang sedang mempunyai hajat, meminta bantuan beliau untuk membantu
memasak.
Tangan
beliau memang kasar, ciri seorang pekerja keras. Tapi tahukah, betapa lembut
belaiannya? Ketika saya sakit, sungguh, belaian tangan ibunda adalah penyembuh.
Kasih
sayang beliau yang bak mentari, menghangatkan jiwa saya, tanpa beliau minta
balasannya. Rasa tanggung jawabnya juga amat besar. Bersamanya, empedu serasa
madu. Dalam duka, bersamanya saya masih bisa tertawa.
Ya
Allah, saya sedang merindu sosoknya yang syahdu. Saya merindu semua yang ada
padanya. Bila boleh hamba meminta, jadikanlah tiap kerut merut di wajahnya yang
disebabkan karena memikirkan hamba, menjadi penuntunnya menuju surga.
Jadikanlah setiap tetes peluh dan air matanya, sebagai kendaraan menuju
jannah-Mu. Muliakanlah ibu, ampunilah dosa ibu. Lapangkan kuburnya,
terangkanlah dengan cahaya kasih-Mu. Jauhkanlah ibu dari siksa kubur juga siksa
api neraka. Dan, perkenankanlah kami bertemu di surga. Aamiin.
Aaamiin, MBa...tulisannya tentang ibu bagus, tulisan seorang anak yang merindui ibunya. Alhamdulillah, tadi aku baru telepon ibuku, ibuku sudah berusia 66 tahun, masih aktif kemana-mana. Kangen beliau,
ReplyDeletemakasih banyak mbak Astin... :)
Delete